UPDATE

Regulasi Baru Penyiaran, Siap Redam Gempuran Media Digital

Pemerintah dan MPR RI sepakat, Media penyiaran Hlharus tetap eksis
Upaya menjaga keberlangsungan media penyiaran di tengah derasnya arus digitalisasi terus menjadi fokus Pemerintah dan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI). Sejumlah langkah konkret disiapkan, mulai dari revisi aturan hingga mendorong regulasi yang lebih adaptif agar media penyiaran tak tenggelam di tengah gempuran platform digital.

Diskusi daring Forum Diskusi Denpasar 12 bertema Menjaga Keberlanjutan Media Penyiaran Melalui Revisi Undang-Undang Penyiaran. Foto: infopublik.id

JAKARTA - Direktur Pos dan Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Gunawan Hutagalung, menegaskan bahwa negara harus hadir lewat intervensi kebijakan yang mampu memperkuat industri penyiaran. Langkah ini meliputi insentif jangka pendek serta regulasi jangka panjang untuk menyeimbangkan perlakuan antara media konvensional dengan platform digital.

“Intervensi dari negara bisa menjaga industri ini. Kalau dilihat bottom line, memang diperlukan relaksasi pengaturan di industri penyiaran supaya dapat berkompetisi dengan platform digital, tapi diperlukan keseimbangan regulasi antara media dengan substitusi mereka, platform digital,” ungkap Gunawan dalam diskusi daring Forum Diskusi Denpasar 12 bertema Menjaga Keberlanjutan Media Penyiaran Melalui Revisi Undang-Undang Penyiaran, Rabu (7/5/2025).

Ia juga menyebutkan bahwa Kemkomdigi tengah membahas teknis regulasi untuk memperluas jangkauan siaran dan meningkatkan keberlanjutan industri penyiaran. “Kami dari Kemkomdigi secara internal terus melakukan review usulan yang disampaikan (masyarakat dan stakeholder) agar bisa berampak signifikan terhadap keberlanjutan industri penyiaran,” tambahnya.

Dukungan dari parlemen pun menguat. Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai, perlu ada pembenahan menyeluruh dari sisi hukum, kebijakan, hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia agar media penyiaran bisa beradaptasi dengan teknologi yang terus berkembang.

"Dibutuhkan mekanisme adaptasi yang tepat terhadap laju perkembangan teknologi sehingga keberlanjutan media penyiaran tetap terjaga," tegasnya dalam sambutan tertulis.

Ia menambahkan, revisi UU Penyiaran harus menjamin penguatan lembaga penyiaran, kebebasan pers, perlindungan terhadap pekerja media, hingga penyesuaian ekosistem penyiaran agar tidak timpang dengan keberadaan media sosial.

Dari sisi industri, Sekretaris Jenderal Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Gilang Iskandar, menyoroti realitas pahit yang tengah dialami stasiun televisi. Penurunan belanja iklan membuat banyak stasiun TV terpaksa memangkas biaya hingga melakukan PHK demi bertahan. Di saat yang sama, media digital melenggang tanpa beban regulasi berat.

“Sehingga terjadi penerapan regulasi yang tidak seimbang,” kata Gilang.

Ia berharap hadirnya regulasi baru bisa memberi napas panjang bagi media penyiaran agar mampu bersaing secara sehat dengan platform digital yang terus berkembang.

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, memastikan bahwa revisi UU Penyiaran juga akan menitikberatkan pada hak publik untuk mendapat informasi yang benar dan terverifikasi. Menurutnya, masyarakat kini sering kali terpengaruh oleh berita viral yang belum tentu akurat.

“(saat ini) kami sedang menyusun DIM (daftar inventarisasi masalah) atas revisi undang-undang penyiaran ini. Jadi kami berpandangan bahwa revisi ini memang sebuah keharusan,” ujarnya.

Amelia menegaskan, revisi UU Penyiaran harus mampu menjawab tantangan ke depan, dengan tetap menjaga keseimbangan dan keadilan bagi seluruh pelaku media di Indonesia.
Ikuti saluran WhatsApp kami, agar tidak ketinggalan informasi penting terbaru! Klik di sini

Ikuti saluran WhatsApp kami, agar tidak ketinggalan informasi penting terbaru! Klik di sini