JMM: Larangan Bukber Pejabat Sudah Tepat, Cegah Pamer Harta Dan Gratifikasi
Alasan pengendalian pandemi COVID-19 perlu dikoreksi.
Jaringan Muslim Madani (JMM) menilai larangan kegiatan buka puasa bersama yang ditujukan kepada pejabat pemerintah, sudah tepat.
JAKARTA - Larangan tersebut diterbitkan oleh Sekretaris Kabinet lewat surat dengan Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023. Surat ini pun viral dan memicu pro-kontra.
Direktur Eksekutif JMM, Syukron Jamal menilai larangan tersebut sudah tepat. Menurutnya, larangan pejabat buka puasa bersama itu tidak dimaksudkan sebagai bentuk sikap antipati terhadap kegiatan umat islam di Bulan suci ramadhan.
Justru larangan bukber pejabat ini bisa meminimalisir kegiatan seremonial yang minim manfaat dan berpotensi menjadi sarana gratifikasi terselubung.
"Kalau kita lihat juga acara bukber yang dilakukan oleh para pejabat kita selama ini memang lebih banyak hanya seremonial, minim manfaat bahkan dalam beberapa kasus malah jadi sarana gratifikasi terselubung kepada para pejabat," kata Syukron dalam keterangannya, Jumat (24/3).
Selain itu, larangan acara bukber pejabay ini juga perlu didukung sebagai bentuk kebijakan pro rakyat dan komitmen presiden untuk akuntabilitas keuangan negara. Terlebih saat ini di tahun politik menjelang Pemilu 2024.
Apalagi, belakangan pejabat lagi banyak disorot gara-gara sikap kurang empati dan gemar pamer harta dan kemewahan di sosial media.
"Toh larangan itu berlaku bagi pejabat publik dan pemerintah daerah bukan masyarakat secara umum. Banyak hal lain yang bisa dilakukan pejabat publik untuk menyemarakan ramadhan selain hanya mengandalkan acara seremonial saja," nilainya.
Hanya saja, Syukron juga memberi catatan bahwa alasan pelarangan karena demi pengendalian pandemi COVID-19 perlu dikoreksi.
Sebab, alasan tersebut menimbulkan kesan yang membingungkan di publik. Seolah-olah ada diskriminasi terhadap kegiatan buka puasa bersama.
Padahal acara-acara yang melibatkan massa lebih banyak beberapa kali sudah digelar termasuk di lingkungan pemerintahan sebelum ramadhan.
"Mesti lebih dikongkretkan lagi dengan aturan turunan yang jelas dan mudah dipahami utamanya karena alasan pengendalian pandemi covid-19 yang justru kurang tepat," lanjutnya.
Direktur Eksekutif Jaringan Muslim Madani (JMM), Syukron Jamal. Foto: IST. . Dok. Istimewa |
JAKARTA - Larangan tersebut diterbitkan oleh Sekretaris Kabinet lewat surat dengan Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023. Surat ini pun viral dan memicu pro-kontra.
Direktur Eksekutif JMM, Syukron Jamal menilai larangan tersebut sudah tepat. Menurutnya, larangan pejabat buka puasa bersama itu tidak dimaksudkan sebagai bentuk sikap antipati terhadap kegiatan umat islam di Bulan suci ramadhan.
Justru larangan bukber pejabat ini bisa meminimalisir kegiatan seremonial yang minim manfaat dan berpotensi menjadi sarana gratifikasi terselubung.
"Kalau kita lihat juga acara bukber yang dilakukan oleh para pejabat kita selama ini memang lebih banyak hanya seremonial, minim manfaat bahkan dalam beberapa kasus malah jadi sarana gratifikasi terselubung kepada para pejabat," kata Syukron dalam keterangannya, Jumat (24/3).
Selain itu, larangan acara bukber pejabay ini juga perlu didukung sebagai bentuk kebijakan pro rakyat dan komitmen presiden untuk akuntabilitas keuangan negara. Terlebih saat ini di tahun politik menjelang Pemilu 2024.
Apalagi, belakangan pejabat lagi banyak disorot gara-gara sikap kurang empati dan gemar pamer harta dan kemewahan di sosial media.
"Toh larangan itu berlaku bagi pejabat publik dan pemerintah daerah bukan masyarakat secara umum. Banyak hal lain yang bisa dilakukan pejabat publik untuk menyemarakan ramadhan selain hanya mengandalkan acara seremonial saja," nilainya.
Hanya saja, Syukron juga memberi catatan bahwa alasan pelarangan karena demi pengendalian pandemi COVID-19 perlu dikoreksi.
Sebab, alasan tersebut menimbulkan kesan yang membingungkan di publik. Seolah-olah ada diskriminasi terhadap kegiatan buka puasa bersama.
Padahal acara-acara yang melibatkan massa lebih banyak beberapa kali sudah digelar termasuk di lingkungan pemerintahan sebelum ramadhan.
"Mesti lebih dikongkretkan lagi dengan aturan turunan yang jelas dan mudah dipahami utamanya karena alasan pengendalian pandemi covid-19 yang justru kurang tepat," lanjutnya.
Posting Komentar