Ramai Penolakan Kenaikan Harga BBM Subsidi Di Rapat Paripurna

Anggota DPR ramai-ramai mengkritik rencana kenaikan BBM
Rapat Paripurna DPR RI ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022/2033 diwarnai dengan penolakan kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Sidang paripurna. Foto: instagram/@dpr_ri.

JAKARTA - Dalam rapat yang juga dihadiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani ini, masing-masing perwakilan fraksi mengungkapkan pendapatnya terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2023.

Diantaranya Mulyanto. Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PKS, menolak tegas rencana kenaikan harga BBM bersubsidi oleh pemerintah. Menurutnya ekonomi masyarakat belum cukup kuat pasca pandemi COVID-19.

"Kami ingin menyampaikan sikap PKS, bahwa PKS menolak kenaikan harga BBM bersubsidi. Mengapa? Karena masyarakat belum pulih benar dan belum cukup kuat bangkit dari terpaan pandemi covid-19," ucapnya pada rapat paripurna, Selasa, 22 Agustus 2022.

Dia juga mengatakan, inflasi yang dirasakan masyarakat saat ini sudah tinggi dan mencapai 4,94 persen, tertinggi sejak Oktober 2015 lalu. Hal tersebut, berpotensi makin parah apabila harga BBM bersubsidi dinaikkan.

Bahkan, inflasi pangan atau volatile food per Juli 2022 mencapai 11 persen. Padahal mengutip Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, seharusnya inflasi pangan paling tinggi hanya 5-6 persen.

"Itu kondisi saat belum ada kenaikan BBM bersubsidi. Kalau harga BBM bersubsidi dinaikkan, ini dapat dipastikan inflasi sektor makanan akan meroket. Tentu saja, ini akan menggerus daya beli masyarakat, dan tingkat kemiskinan akan semakin meningkat," ucapnya.

Mulyanto menyoroti juga harga minyak mentah dunia sebenarnya sudah turun sejak beberapa pada bulan terakhir.

"Padahal, sejak Juni 2022, harga minyak terus turun, dari USD 140 per/ barel menjadi hari ini sebesar USD 90 per/ barel. Jadi, urgensi kenaikan harga BBM bersubsidi sudah kehilangan makna," ucapnya.

Mulyanto meminta Pemerintah untuk menghemat anggaran dengan menghentikan pada pembangunan proyek yang dinilai tak perlu, seperti proyek IKN (Ibu Kota Negara) Nusantara & kereta cepat Jakarta-Bandung.

Sementara itu, Anggota DPR Fraksi Demokrat Mulyadi meminta agar pemerintah mempercepat perubahan pada pola penyaluran subsidi energi, sehingga kebijakan belanja subsidi dapat lebih tepat sasaran.

"Sehingga tidak terjadi lagi kuota subsidi yang jebol di tengah tahun anggaran," ucap Mulyadi.

Adapun Muhammad Aras Anggota Komisi V DPR RI Fraksi PPP juga meminta pemerintah agar belanja subsidi energi di RAPBN tahun 2023 yang berfungsi menjaga daya beli masyarakat tetap terjaga & terkendali meski harga minyak semakin tinggi.

"Di tahun 2023, di tengah ketidakpastian risiko global dan tingginya tingkat inflasi, bayang-bayang krisis pangan dan energi menjadi salah satu risiko yang perlu terus diwaspadai," ungkapnya.