Tak Ubahnya Perampokan, Korupsi Tentu Merugikan Banyak Orang

Sebagaimana sudah maklum bahwa korupsi merupakan perbuatan tercela. Perbuatan ini dikategorikan sebagai perbuatan buruk karena mempunyai dampak terhadap orang lain, yaitu kerugian khususnya dalam hal materi. 

Kultum Antikorupsi


Pelaku perbuatan ini, secara umum, seringkali dicontohkan oleh para pejabat publik yang menempati jabatan-jabatan sentral.

Hal tersebut berdampak pada kerugian banyak sektor. 


Mulai dari melambatnya pertumbuhan ekonomi negara, menurunnya investasi, meningkatnya kemiskinan, meningkatnya ketimpangan pendapatan, serta korupsi juga dapat menurunkan tingkat kebahagiaan masyarakat. Inilah sekian contoh kerugian akibat dari perbuatan korupsi.


Bahkan kalau ditarik lebih jauh lagi, dampak negatif dari korupsi adalah cideranya demokrasi yang telah dibangun dan disepakati sebagai sistem negara. Kepercayaan masyarakat akan semakin berkurang sehingga tidak sedikit dari mereka yang memilih untuk bersikap acuh terhadap negaranya. 


Jika hal ini sampai terjadi, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul kemungkinan terburuk berupa hancurnya kedaulatan rakyat.

Mungkin ini semua belum terlihat secara masif sebab pelaku koruptor di negeri ini, misalnya, sudah sedikit banyak yang ditangkap. Namun sikap ini patut diperhatikan sehingga sudah sepantasnya sejak dini bertekad un- tuk tidak melakukan perbuatan tercela ini. 


Sebagaimana adagium yang sudah populer, bahwa mencegah lebih baik dari mengobati, maka dalam konteks korupsi, memberikan ultimatum bahaya dan dampak korupsi tentu jauh lebih baik dibanding sampai terjadinya korupsi.


Belum lagi kalau sudah melakukan korupsi ditambah menyogok untuk meringankan hukumannya, ini akan menjadi semakin kompleks permasalahan dan dampaknya. Maka wajar kiranya jika baginda Nabi Muhamamd SAW memberikan ancaman yang sangat keras terhadap orang menyogok dengan balasan neraka, sabda beliau:


“orang yang menyogok dan yang disogok sama-sama akan masuk neraka.”


Baginda Nabi SAW mempertegas seperti ini bukan karena beliau berwatak keras, melainkan demi menjaga hak orang lain yang diambil secara dhalim. Apalagi kalau mengambil haknya diiringi dengan perbuatan korupsi, maka bisa dibayangkan kerugian yang dialami pihak korban.


Maka dari itu, Islam begitu serius dalam hal menentukan batasan hak orang lain untuk dipelihara dan ditunaikan sesuai apa adanya. Dan ancaman bagi orang yang melanggar itu secara tegas Allah SWT menyatakan akan memasukkannya ke dalam neraka, sebagaimana firman-Nya:


وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ عُدْوَانًا وَّظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيْهِ نَارًا ۗوَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا


“Dan barangsiapa berbuat demikian dengan me- langgar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An-Nisa’: 30)


Dengan demikian, maka sudah seyogyanya kita mesti menunaikan hak orang lain sebagaimana mestinya, serta sudah ada niat untuk menghindari dari melakukan perbuatan tercela tersebut, khususnya perbuatan korupsi yang jelas-jelas akan merugikan banyak pihak. 


Sebab umumnya perbuatan tersebut memang akan melibatkan banyak pihak, sehingga dampaknya pun akan menyertai mereka semua.

Tentunya, korupsi tidak hanya bisa dilakukan oleh pejabat resmi pemerintahan. 


Korupsi bisa saja dilakukan oleh setiap orang yang memegang jabatan, apa pun jabatannya. Serta tak terkecuali mereka yang berkecipung di organisasi-organisasi keagamaan. 


Sebab yang naman- ya godaan syetan itu berada di semua lini kehidupan manusia.

Oleh karena itu, apa pun jabatan kita hari ini, jangan sampai terbesit di kepala kita untuk melakukan perbua- tan ini meskipun secara nominal mungkin sedikit. 


Sebab persoalannya bukan sedikit atau banyaknya nominal yang diambil, melainkan lebih ke hak nominal tersebut yang dimiliki orang lain. Maka tidak ada pembenaran apa pun bagi mereka yang melakukan tindak pidana ini.