PDIP Enggan Takabur, Usai Mantan PM Mahathir Sebut Malaysia Tertinggal Dari Indonesia

Politisi Senior PDIP Hendrawan Supratikno tidak mau bangga berlebihan atau overproud atas pernyataan Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.

Politisi Senior PDIP Hendrawan Supratikno tidak mau bangga berlebihan atau overproud atas pernyataan Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad yang menyebut pembangunan di Indonesia sudah menyalip negaranya.


Politisi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno. Foto: DPR

JAKARTA - Ia menduga pernyataan politisi senior Malaysia itu bermuatan politik. Karena biasanya, pujian dari warga negara tertentu terhadap kemajuan negara lain ditujukan untuk menyindir negara asalnya sendiri.


"Pernyataan ini tidak lantas kita terima dengan menjadi takabur, dan menepuk dada. Karena pernyataan politisi sekelas Mahathir, sifatnya umum. Kalau kita mau objektif, harus dengan paramater yang terukur," kata Hendrawan dalam perbincangan tadi malam.


Pun begitu, dalam soal pemberantasan korupsi dan efesiensi pengelolaan anggaran negara. Menurut Hendrawan, perlu parameter yang terukur untuk objektifitas penilaiannya.


Kendati demikian dalam hal pembangunan infrastruktur, ia tak dapat memungkiri, Presiden Jokowi memang gaspol terus sejak awal menjabat.


"Kita berterimakasih kepada pak Jokowi dengan pembangunan infrastrukturnya, yang sejak awal ingin mengejar ketertingalan kita dalam hal infrastruktur. Itu kita apresiasi," sambungnya.


Sebelumnya, Mahathir membuat pernyataan yang mengejutkan: negaranya kini tertinggal dari Indonesia. Terutama dalam hal pembangunan. 


Pernyataan itu ia lontarkan lewat akun Twitternya, Senin (18/4) lalu. Ada 8 Kuliah Twitter alias Kultwit yang ia cuitkan untuk menggambarkan kondisi Malaysia hari ini.


Ia mengawali kicauannya dengan dua kata huruf kapital: MALAYSIA TODAY. Didalamnya, ia mengaku harus menerima kenyataan bahwa negara yang pernah pernah cukup lama dipimpinnya kini tertinggal dari Indonesia.


"Saya siap menerima bahwa, di bidang pembangunan, Malaysia tertinggal dengan Indonesia dan Vietnam akhir-akhir ini. Tentu saja kita terus berada di belakang Singapura," tulis Mahathir.


"Tapi saya terkejut ketika saya menemukan bahwa kita juga berada di belakang beberapa negara Afrika," sambungnya di cuitan kedua.


Penyebabnya, ungkap Mahathir, Malaysia tidak siap menggunakan teknologi terkini untuk efisiensi dan membatasi praktik korupsi. Banyak pihak menolak teknologi tersebut karena disebut dapat membongkar aib anggota parlemen mereka.


"Saya diberitahu bahwa jika kita mengadopsi teknologi baru ini akan ada protes keras dari anggota DPR. Tampaknya banyak dari mereka yang terlibat dalam bisnis ekspor dan impor," bebernya.


Akibatnya, Ketua Umum Partai Pejuang Tanah Air ini menyebut Malaysia terus merugi. Sementara, Negara-negara Afrika sebutnya, hemat miliaran karena manajemen yang lebih bagus dan lebih efisien. 


Dengan sindiran keras, Mahathir menilai bangsanya tidak peru malu disalip oleh negara-negara lain yang sebelumnya di bawah Malaysia.


"Bukankah kita telah diberitahu bahwa mencuri uang Pemerintah bukanlah sesuatu yang kita harus merasa malu. Jika bos kita melakukannya, tidak apa-apa," sentilnya.


Apalagi para anak buah dari bos-bos tersebut, kata Mahathir ikut berpesta dan menikmati hasil korupsi. Sehingga, sikap murah hati para bosnya itu pun diapresiasi. 


Karena itulah, Malaysia sebutnya, enggan mengadopsi teknologi baru yang dapat menghemat uang negara dan membatasi praktik korupsi.


"Pembuat undang-undang kita bisa merugi. Tolak itu. Biarkan negara bangkrut. Hanya negara yang merugi. Anda tidak kalah. Tidak apa-apa," sindirnya lagi.


Namun, jika dilihat Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis Transparency International yang dirilis 25 Januari 2022 lalu, posisi Malaysia masih jauh lebih baik dari pada Indonesia. Yakni di peringkat 62 dari 180 negara. Sementara Indonesia, di peringkat 96.


Memang, posisi Malaysia terus melorot dalam 2 tahun terakhir. Pada tahun 2019, Indeks Persepsi Korupsi Malaysia berada di urutan 51, lalu turun ke posisi 57 di tahun 2020 dan turun lagi di tahun 2021.


Sementara Indonesia, meskipun di urutan buncit, posisinya sedikit membaik dari pada tahun sebelumnya. Dari posisi 102 ke urutan 96. Kendati demikian, peringkat ini masih lebih buruk dari tahun 2018, dimana Indonesia pernah menduduki peringkat 89 dari 180 negara.


Dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia juga masih tertinggal dari Malaysia. Laporan tahun 2020, Malaysia berada di urutan 62, sementara Indonesia di posisi 107 dari 189 negara. Meskipun di urutan buncit, IPM Indonesia mengalami kenaikan 7 tingkat dalam 5 tahun terakhir. Sementara Malaysia naik 1 tingkat.


Namun, dari sisi pertumbuhan ekonomi, Bank Dunia memproyeksikan Indonesia unggul dibandingkan Malaysia dan sejumlah negara tetangga lain di Asia Tenggara pada tahun ini, yakni di kisaran 5,2 persen. Sementara Malaysia 4,2 persen.


Indonesia juga menang telak dalam sisi Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun 2020 saja, PDB Indonesia mencapai 1,058 triliun dolar AS. Sementara Malaysia hanya 336,7 miliar dolar AS.


Namun, dalam hal PDB perkapita, giliran Indonesia yang kalah. Di tahun yang sama, PDB perkapita Indonesia hanya 3.869,59 dolar AS, sementara Malaysia hampir 3 kali lipatnya yakni 10.401,79 dolar AS. Meskipun dalam rilis BPS Februari lalu, PDB perkapita naik menjadi 4.349 dolar AS per tahun.