Aksi Kekerasan Marak, FSK: Hukum Gagal Dalam 3 Aspek

Aksi kekerasan di masyarakat yang makin meningkat belakangan ini, dari kekerasan verbal di media sosial, kekerasan bersenjata, hingga kekerasan fisik oleh masyarakat yang ‘main hakim sendiri’ sampai membuat korban meninggal dunia antara lain adalah akibat kegagalan hukum. 


Prof. Koentjoro Soeparno saat memberi paparan dalam acara Dialog Kemanusiaan bertajuk “Aksi kekerasan meningkat: Ada apa dengan kemanusiaan kita?” yang digelar oleh Forum Solidaritas Kemanusiaan (FSK), yang digelar secara daring Sabtu sore (29/1). FOTO: IST

JAKARTA - Hal itu diungkapkan Tokoh Hak Asasi Manusia (HAM) Nursyahbani Katjasungkana, LLD. dalam Dialog Kemanusiaan bertajuk “Aksi kekerasan meningkat: Ada apa dengan kemanusiaan kita?” yang digelar oleh Forum Solidaritas Kemanusiaan (FSK), secara daring Sabtu sore (29/1).


“Hukum kita telah gagal dalam tiga aspek. Pertama, orangnya, para penegak hukum. Kemudian, substansi konten hukum juga bermasalah, hingga Undang-undang yang dibuat sering digugat di Mahkamah Konstitusi. Ketiga, masyarakat cenderung tidak percaya hukum, itu tercermin dari masyarakat yang main hakim sendiri belakangan ini,” kata Nursyahbani Katjasungkana, Pembina Forum Solidaritas Kemanusiaan (FSK).


Menurut Nursyahbani, kekerasan yang marak akhir-akhir ini selain akibat kegagalan hukum juga cermin dari struktur kekuasaan, baik kekuasaan politik maupun kekuasaan modal yang melakukan kesewenang-wenangan. 


“Itulah yang kemudian menimbulkan perilaku agresif berupa kekerasan di masyarakat,” lanjutnya.


Selain Nursyahbani, dialog kemanusiaan itu juga menghadirkan narasumber Rektor Universitas Pattimura Ambon Prof. M.J. Saptenno, Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Prof. Koentjoro Soeparno dan dipandu oleh Dosen Komunikasi Politik Universitas Paramadina Abdul Rahman Ma’mun, MIP.


Prof. Koentjoro Soeparno berpandangan justru sekarang ini hampir semua hal diserahkan pada hukum. Padahal kondisi yang menurutnya sebagai ‘matinya kemanusiaan’ ini mestinya dikembalikan kepada peran masyarakat dan keluarga, melalui pendidikan.


“Kekerasan banyak yang bersumber dari hilangnya empati dan kepedulian. Selain itu juga media yang sering tidak memberi kontribusi mengurangi kekerasan,” kata Prof. Koentjoro.


Menurutnya perlu membangun empati guna menumbuhkan lagi rasa kemanusiaan. Cara yang ditempuh bisa melalui metode SMEPPPA, yaitu senyum, mendengarkan, empati, peka, peduli, pandai memuji dan action atau lakukan mulai sekarang.

Rektor Universitas Pattimura Ambon Prof. M.J. Saptenno yang juga guru besar ilmu Hukum menyebut masyarakat saat ini sedang sakit hingga kekerasan marak di mana-mana. 


Seperti dicontohkannya, di masyarakat hanya karena masalah batas tanah sampai akhirnya bakar rumah hingga menimbulkan korban jiwa. 


“Dalam kondisi seperti ini Pemerintah mestinya fokus pada sumberdaya manusia melalui pendidikan, mental dan moral. Selain itu penting juga mengembangkan kebudayaan nasional yang bisa menjadi pola anutan bersama mencegah kekerasan,” pungkasnya.