Ahli: Menkumham Tidak Bisa Jadikan AD/ART Partai Demokrat Sebagai Batu Uji

Menteri Hukum dan HAM atau Menkumham dinilai telah keliru menggunakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat sebagai batu uji dalam menolak permohonan pengesahan kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang.


Kuasa Hukum Partai Demokrat kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Rusdiansyah. FOTO: IST

JAKARTA - Hal itu disampaikan oleh Kepala Program Studi Sarjana Hukum dan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Tarumanagara Jakarta, Ahmad Redi. Salah satu ahli yang dihadirkan dalam sidang  lanjutan gugatan Perkara Nomor 150/G/2021/PTUN.JKT di PTUN Jakarta, Kamis (14/10).



Dua ahli lain yang dihadirkan oleh kubu KLB adalah Ketua Senat Akdemik Universitas Al Azhar Indonesia Prof Suparji dan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Negeri Mataram Prof Gatot Dwi Hendro Wibowo.

Sementara dari kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menghadirkan 2 saksi, yakni Gerald Pieter Runtuthomas dan Jansen Sitindaon.


Dalam keterangannya di persidangan, Ahmad Redi kata Kuasa Hukum Partai Demokrat kubu KLB Rusdiansyah, menyampaikan bahwa Menkumham punya kewenangan atribusi untuk menyelenggarakan urusan legislasi partai politik sesuai UU Parpol. 

Dalam rezim administrasi negara, sebutnya UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur bahwa setiap Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara, dalam mengeluarkan keputusan atau tindakan harus berbasis pada dua hal. Yaitu Peraturan Perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik. Dalam hal pendaftaran partai politik, sebutnya harus berdasarkan UU Parpol.


"Maka tidak bisa Menkumham menjadikan batu uji pendaftaran parpol berdasarkan Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Politik. Karena hal tersebut didalam UU 30 tahun 2014, UU Parpol dan Permenkumham 34 tahun 2017  tidak menjadi dasar," terang Ahmad Redi dalam rilis Kuasa Hukum Partai Demokrat kubu KLB Rusdiansyah, Jumat (15/10).


Ia juga menyorori fakta dalam surat penyampaian jawaban yang diterbitkan oleh Menkumham tertanggal 19 Maret 2021, merespons permohonan pendaftaran perubahan AD/ART dan perubahan susunan Kepengurusan DPP Partai Demokrat periode 2021-2025 hasil KLB Deli Serdang. Dimana, Menkumham disebutkan meminta kepada DPP Partai Demokrat hasil KLB untuk dapat melengkapi dokumen Kongres Luar Biasa yang dilaksanakan di Kabupaten Deli Sedang.


"Namun dalam surat tersebut tidak jelas item-item apa saja yang harus dilengkapi," lanjutnya.


Padahal, sambungnya, seluruh syarat yang dipersyaratkan oleh Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum sudah diajukan. Baik Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga maupun Perubahan Kepengurusan Partai Politik.


Menurut ahli, Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara dalam hal ini Menkumham harus clean and clear menyebutkan data apa saja yang harus dilengkapi.


"Eggak bisa tidak jelas seperti itu, itu dapat membingungkan pemohon atau warga negara. Dan itu jelas melanggar asas kepastian serta Asas Umum Permerintahan yang baik," kritiknya.


Harusnya, jelas Ahmad, ketika berkas permohonan yang diajukan sudah sesuai dengan yang dipersyaratkan Permenkumham 34 tahun 2017, maka berkas permohonan pemohon harusnya diterima oleh Kemenkumham dan ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menerima Permohonan Pemohon.


Menurutnya, Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara tidak bisa menguji kebenaran permohonan pemohon. Karna kewenangan itu tidak diberikan oleh UU parpol maupun Permenkumham 34 tahun 2017.


Kewenangan pengujian kebenaran hasil KLB Deli Serdang, sebut dia sudah didelegasikan kepada Notaris sebagai pejabat yang di berikan kewenangan oleh oleh perundang-undangan.


Ia mencontohkan, ketika ada warga negara yang telah mendapatkan ijin Amdal, mengajukan ijin usaha. Menurutnya, tidak bisa pejabat atau badan tata usaha negara yang menerbitkan ijin usaha memeriksa lagi kebenaran apakah ijin amdal sudah sesuai dengan Perundang-undangan tentang baku mutu air. Apalagi kemudian menolak permohonan warga negara tersebut.

 

"Itu jelas melampaui kewenangan yang dimiliki, bahkan bisa dikategorikan menyalahgunakan jabatan yang diberikan," tuturnya.


Ahmad melanjutkan, berbeda dengan pendaftaran partai politik baru. Karena dalam UU Parpol, Kemenkumham diberikan kewenangan, selain verifikasi berkas persyaratan, diberikan juga kewenangan penelitian dan pengujian kebenaran atas syarat permohonan sementara dalam permohonan perubahan AD/ART dan kepengurusan Partai Politik. Tapi, hanya diberikan kewenangan verifikasi admistrasi saja.


"Verifikasi itu bahasa ceklis. Kalau ada ceklisnya yang dipersyaratkan ya harusnya peemohonan pemohon diterima dan ditindak lanjuti dalam Surat keputusan," terangnya.


Soal Mahkamah Partai mana yang punya kewenangan menerbitkan bebas sengketa, menurut Ahmad adalah mahkamah partai hasil kongres terakhir. Bukan mahkamah yang terdaftar di Kemenkumham.


Alasannya, karena kepengurusan serta Mahkamah Partai yang terdaftar di Kemenekumham sudah didemisioner dalam forum tertinggi partai yaitu kongres atau KLB. Lagi pula, dalam Permenkumham 34 tahun 2017 tidak disebutkan bahwa Mahkamah Partai yang berwenang menerbitkan surat keterangan bebas sengketa adalah Mahkamah Partai yang terdaftar di Menkumham. "Jadi enggak boleh ada penafsiran lain selain apa yang dimaksud," tandasnya.


Ahli lain yang dihadirkan, yakni Prof Suparji menerangkan bahwa AD/ART Partai merupakan hasil kesepakatan. Maka harus memenuhi syarat sah sebuah kesepakatan sebagaimana diatur Pasal 1320 KUH Perdata yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian sebab yang halal.


Dijelaskan, bahwa balam sebuah kesepakatan, jika tidak memenuhi syarat sah yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian, maka kesepakatan dapat diajukan pembatalan di pengadilan. 


Sementara kalau tidak memenuhi sebab yang halal, maka kesepakatan tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan.


"Jadi ketika AD/ART Partai Demokrat 2020 isinya bertentangan dengan undang-undang maka dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan," kata Prof Suparji yang dikutip Kuasa Hukum Rusdiansyah dalam rilis yang sama.


Lebih lanjut, karena AD/ART 2020 dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan, maka upaya koreksi atau perbaikan AD/ART partai Demokrat di KLB dinilai sangat berdasar hukum. 


"Dengan demikian pelaksanaan KLB sudah sesuai ketentuan yang berlaku," lanjutnya.


Rusdiansyah menambahkan, ahli juga menerangkan Mahkamah Partai mana yang berwenang menerbitkan surat bebas sengketa. Pendapatnya sama dengan Ahmad, yakni mahkamah partai yang di lahirkan oleh KLB terakhir. Bukan oleh Mahkamah Partai yang terdaftar di Kemenkumham.


"Karena mahkamah yang terdaftar, sudah didemisionerkan dalam Forum KLB. Karena bagaimana mungkin seseorang yang sudah didemisionerkan diberikan kewenangan melakukan tindakan hukum," terang dia.


Sementara soal legal standing penggugat, menurut keterangan ahli penggugat masih memiliki legal standing. Karena pengugat masih menjabat sebagai anggota DPR perwakilan Partai Demokrat.


"Kalaulah yang bersangkutan bukan kader partai Demokrat bagaimana mungkin yang bersangkutan masih menjadi anggota DPR, apalagi secara hukum pemecatan yang bersangkutan belum ada keputusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)," sebutnya.


Lagi pula, fakta atas pemecatan yang dilakukan terhadap yang bersangkutan sudah di kembalikan hak-haknya sebagai anggota partai Demokrat di dalam KLB Deli Serdang. Jadi, menurut Rusdiansyah secara fakta hukum, pengugat masih memiliki legal standing. 


Ahli lain yang dihadirkan Pengugat DPP Demokrat kubu KLB yaitu Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Negeri Mataram Prof Gatot Dwi Hendro Wibowo belum bisa diambil keteranganya secara virtual karena jaringan internet di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengalami kendala teknis. 

"Sehingga sidang pengambilan keterangan ahli ditunda selasa  pekan depan 19 Oktober 2021," kata Rusdiansyah.