Analisa 2 Pengamat Intelijen Soal Tudingan Penyusupan Paham Komunis di TNI

Dua pengamat intelijen yakni Al Araf dan Mardigu Wowiek Prasantyo atau populer dengan panggilan Bossman Sontoloyo ikut menganalisis tudingan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) TNI Gatot Nurmantyo, soal adanya penyusupan paham komunis di tubuh TNI.


Diaroma patung tokoh TNI saat penumpasan G30S/PKI di Museum Dharma Bhakti, Markas Kostrad, Gambir Jakarta Pusat. FOTO: TWITTER @Cakra_Kostrad


JAKARTA - Kita mulai dari analisa Al Araf. Peneliti senior Imparsial menilai, isu komunisme memang selalu jadi isu komoditas politik jelang 1 Oktober, Hari Kesaktian Pancasila.


"Politisasi terhadap isu komunisme sesungguhnya tidak relevan dan tidak beralasan lagi pada saat ini," kata Al Araf dalam keterangannya, Rabu (29/9) usai dikonfirmasi. 


Secara hukum, lanjutnya, paham komunisme itu masih dilarang oleh TAP MPR. Saat ini juga tidak ada partai atau organisasi yang beraliran komunis. Sehingga, ia mengaku heran, bagaimana mungkin ideologi komunisme menjadi ancaman keamanan atau ancaman buat ideologi pancasila?


"Apalagi jika ideologi itu masuk dalan tubuh TNI. Rasanya itu sulit terjadi. Menjadi anggota TNI sendiri proses masuknya hingga pendidikan serta pelatihan di TNI ditanamkan ideologi Pancasila. Jadi bagaimana mungkin penyusupan ke TNI itu terjadi?" tanya dia lagi.


Jika dikaitkan dengan pencopotan patung tokoh TNI di Museum Kostrad, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative ini menilai tak bisa menjadi indikator dalam melihat adanya penyusupan paham komunisme dalam tubuh TNI. 


Jika ada pihak yang menuduh ada penyusupan paham komunisme dalam organisasi TNI, ia menyarankan agar pihak yang menyampaikan itu menyebutkan nama-nama yang dituduhnya sehingga jelas siapa yang dituju. 


"Namun demikan rasanya sulit untuk terjadinya penyebaran paham komunis di tubuh TNI," tegasnya lagi.


Pengamat intelijen lain, yakni Bossman Mardigu menilai pelaku atau motif dari pembongkaran patung tokoh TNI yang terlibat dalam penumpasan Gerakan 30 September atau G30S/PKI dari Museum Kostrad bisa diketahui dari siapa yang memerintahkan. Jika dari internal TNI, pasti ada surat perintah atau SKEP.


"Ada surat itu baru bisa saya analisa," kata Mardigu lewat pesan WhatsApp.


Tapi, klarifikasi dari Kepala Penerangan Kostrad Kolonel Inf Haryantana, nilai Mardigu, sudah cukup menjawab. Bahwa yang meminta pembongkaran patung sejarah penumpasan G30S/PKI itu adalah mantan Pangkostrad Letnan Jenderal TNI (Purn.) Azmyn Yusri Nasution.


Pensiunan Jenderal itu adalah Panglima Kostrad ke-34. Ia menjabat pada periode 9 Agustus 2011 sampai dan 13 Maret 2013. Ats ide beliau lah patung-patung tersebut dibikin.


"Letnan Jenderal TNI (Purn.) Azmyn Yusri Nasution meminta untuk patung-patung yang telah dibuatnya untuk di bongkar demi ketenangan lahir dan batin, sehingga pihak Kostrad mempersilahkan," kata Kolonel Inf Haryantana.


Kembali ke Mardigu, jawaban dari Kostrad itu sudah bisa disimpulkan bahwa tudingan Gatot terkait penghilangan patung di Museum Kostrad tidak bisa disimpulkan sebagai tanda komunis masuk Kostrad.


"Maaf saya gak 'kebeli' jualan PKI-nya GN," tandasnya.


Tiga patung yang dibongkar itu adalah patung Presiden Soeharto, Letjen (Purn) Sarwo Edhie Wibowo dan Jenderal AH Nasution di Museum Dharma Bhakti, Markas Kostrad, Gambir, Jakarta Pusat.