Menko Versus Eks Menko Soal Investasi China

Chairul Tanjung alias CT bincang-bincang dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, di acara Economic Outlook 2021, kemarin. 


Eks Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung saat bincang-bincang dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam program Indonesia Outlook 2021, Kamis (25/2) lalu. Foto: Capture video kanal YouTube CNBC Indonesia

JAKARTA - Forum diskusi ekonomi tahunan yang digelar CNBC Indonesia, anak perusahaan Trans Media ini terasa istimewa. Selain karena menghadirkan Luhut, bos medianya yakni CT turun langsung menjadi presenternya.

Tentu CT tidak datang dengan kepala kosong ketika mendebat Luhut. Pengusaha berjuluk Si Anak Singkong ini sudah berkelindan lama di sektor ekonomi.

Orang paling tajir ke sembilan di Indonesia tahun 2020 versi Forbes itu pernah mengemban berbagai jabatan mentereng dalam mengurus perkara ekonomi. Mulai dari Menteri Koordinator Perekonomian era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) dan lainnya.

Tak heran, jika ia cukup piawai membawa diskusi ekonomi sekitar setengah jam itu. Ada banyak hal yang dibicarakan. Mulai dari prediksi Bloomberg terkait pandemi Covid-19, vaksinasi, investasi Tesla, Sovereign Wealth Fund (SWF), pariwisata, hingga Investasi China.

"Ini pertanyaan yang agak sensitif ini pak," ucap CT, dengan tersenyum kecil di ujung diskusi.

"Sekarang, semua itu kesannya dari China. Vaksin dari China, investment dari China, semua dari China. Nah, pak Luhut quote unquote karena kedekatan tadi, hubungan, dianggap komandannya, gitu. Pak Luhut bisa jelasin ke pelaku ekonomi dan masyarakat umumnya. Ini kan rumors yang perlu diklarifikasi," koreknya.

"Iya. Iya," respons Luhut. "Pak CT kan pengusaha, saya juga pengusaha dulu," sambungnya dengan tersenyum kecil.

Luhut mengakui ada kedekatan dengan China. Namun bukan berarti dengan negara lain tidak dekat. "Kalau dibilang dekat dengan Abu Dhabi, super iya juga. Karena hubungan pribadi Pak Jokowi dengan crown prince (Mohammed bin Zayed Al Nahyan) sangat bagus," tandasnya.

Dari Abu Dhabi, sebut Luhut Indonesia mendapat guyuran investasi hingga 19 miliar dolar AS. Terbesar dalam sejarah. "Pak, Abu Dhabi lho pak, project di Indonesia," ucap Luhut sambil mengangkat telunjuknya ke arah CT.

Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat, klaim Luhut, juga cukup bagus. "Kenapa dengan China. Mungkin China ini ingin cari teman juga," tambahnya.

Tapi, tegas Luhut. Semua investasi China harus memenuhi kriteria yang dipersyaratkan oleh Indonesia. Tidak ada yang China atur. Hingga mereka komplain.

Beberapa kriteria ketat yang dipersyarakatkan ke China antara lain, soal teknologi. "Harus first class technologi dan ramah lingkungan," imbuh Luhut. Kedua, investasinya harus B to B bukan G to G, untuk menghindari jebakan hutang atau debt trap. Pensiunan jenderal TNI ini bilang, semua aturan itu diikuti oleh China.

"Saya lapor presiden. Ya Pak Luhut, go a head. Ya bos saya bilang go a head, saya...," kata Luhut, lalu disela CT. "Hajar...ha-ha-ha". "Hajar aja," timpal Luhut lagi.

Luhut membantah tudingan teknologi yang dipakai China, adalah kelas 2. Termasuk membantah rumors investasi China yang membuat utang Indonesia bertumpuk. Semua deal investasi dengan China sebutnya dilakukan dengan profesional.

"Di kantor saya kan anak-anak muda pak. Istilah saya, memang mereka itu nakal juga anak-anak ini. Itu handuk kering, diperas sampai keluar airnya pak," canda Luhut, yang disambut tawa CT. "Gak akan bisa kita dibodohin pak, I promise you" sambungnya.

Satu pertanyaan terakhir CT di ujung diskusi adalah soal 4L. "Pernah dengar gak pak," tanya CT. "Gak pernah dengar saya," respons Luhut. "Jadi, (4L) itu Luhut lagi, Luhut lagi," seloroh CT, sontak Luhut ketawa.

Luhut menolak julukan 4L itu. Kesan 4L itu muncul karena ia kerapkali mengerjakan segala sesuatu secara holistik dan terintegrasi. "Karena kalau tidak holistik dan tidak terintegrasi pasti tidak akan tuntas," ucapnya. Sehingga kerjaannya bersinggungan dengan banyak kementerian. Baik kementerian di bawah koordinasi Kemenko Marves, maupun bukan.

Ia mencontohkan pembangunan jalan tol, yang merupakan domain Kementerian PUPR. Di bawah koordinasi Kemenko Marves. "Jalan tol pasti ada urusannya dengan Menteri ATR dan kemana lagi itu. Jadi sebenarnya tidak benar juga. Mungkin karena saya kerja banyak. Tapi yang penting tugas pokok saya diperintahkan presiden saya selesaikan," jawabnya, enteng.

Kembali ke soal investasi China di Indonesia. Memang realisasi investasi dari negeri Tirai Bambu itu tergolong yang terbesar kedua di Indonesia setelah Singapura. Mencapai 4,8 miliar dolar AS, pada tahun 2020.

Sementara Amerika Serikat (AS), jauh di bawah China. Hingga kuartal III 2020 negeri Paman Sam itu cuma menggelontorkan investasi sebanyak 480,1 juta dolar AS. Turun dari 2017, dimana ketika itu mereka punya investasi hingga 2 miliar dolar AS.

Sementara dari jazirah Arab, adalah investasi dari Uni Emirat Arab yang terbesar. Komitmennya di awal tahun 2020 bahkan mencapai 22,8 miliar. Sementara Arab Saudi, 5,4 juta dolar AS, Yaman 3,2 juta dolar AS, dan Jordania 1,4 juta dolar AS.

Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron mengaku tidak masalah dengan besarnya investasi asing, khususnya China yang masuk ke Tanah Air. Asalkan, pemerintah mampu menyaring investasi yang baik dan tidak berakhir petaka bagi Indonesia.

"Sederas-derasnya investasi masuk kita welcome. Asalkan kita tidak tunduk patuh pada negara kreditur," kata Herman yang dikontak tadi malam.

Jika dalam bentuk utang, maka penting dipertimbangkan untuk mengambil bunga rendah, berjangka panjang dan tidak mengganggu devisa negara. Selain itu, porsi tenaga kerja asing perlu diperketat.

"Jangan seluruh tenaga kerja di project China juga menggunakan tenaga kerja china. Itu yang sering ribut. Investasi yang tidak menambah pendapan masyarakat dan negara ya buat apa" tambahnya.

Ekonom Senior Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menekankan pentingnya konstribusi investasi terhadap kepentingan nasional atau national interest. Salah satunya, investasi yang mampu menyerap banyak lapangan kerja.

Soal investasi dari China, ia mewanti-wanti agar mengutamakan national interest. Jangan sampai investasi China, menjadi kanibal bagi bisnis dan produk dalam negeri. Karena kalah dalam persaingan harga.

"Hampir seluruh produk di pasaran di indonesia, apa yang tidak made in China. Lalu kalau kualitas investasi seperti itu buat apa meningkat. Jika justru jadi kanibal bagi produk dalam negeri," sentil Enny tadi malam.

Ia mengakui besarnya investasi yang masuk dari China. Tapi hitungannya, lebih banyak bergerak di sektor tersier dan esktraktif. Karena itu, ia berharap agar investasi ekstraktif China di Indonesia punya nilai tambah. Bukan sekedar eksploitasi.

"Penting menilai kualitas investasi. Jangan cuma dinilai besarannya, tapi juga national interest kita," pungkasnya.