Komisi Yudisial Pelototin Putusan Hakim Soal Vonis Ringan KY
Vonis ringan HM soal tata niaga timah, KY pantau keadilan hukum
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis kepada terdakwa HM berupa 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar yang dapat digantikan dengan 2 tahun penjara.
JAKARTA - Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar, dan uang pengganti Rp210 miliar.
Kasus ini terkait tindak pidana pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022.
Putusan ini menuai perhatian publik, mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk memantau jalannya persidangan.
Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menjelaskan bahwa tim KY hadir saat persidangan, khususnya pada sesi pemeriksaan saksi, ahli, dan saksi a de charge.
“Beberapa di antaranya saat sidang menghadirkan ahli, saksi a de charge, dan saksi. Ini adalah upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil,” jelas Anggota KY dan Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Jumat 27 Desember 2024.
KY juga akan mendalami putusan PN Jakarta Pusat untuk menilai ada tidaknya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Namun, KY menegaskan tidak akan masuk ke ranah substansi putusan.
“Forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan adalah melalui upaya hukum banding,” tambah Mukti.
Masyarakat yang menemukan dugaan pelanggaran kode etik hakim dipersilakan melapor ke KY dengan menyertakan bukti pendukung.
Dengan langkah ini, KY berharap proses hukum berlangsung transparan dan adil, serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Anggota KY dan Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata. Foto: infopublik.id |
JAKARTA - Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang meminta 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar, dan uang pengganti Rp210 miliar.
Kasus ini terkait tindak pidana pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022.
Putusan ini menuai perhatian publik, mendorong Komisi Yudisial (KY) untuk memantau jalannya persidangan.
Anggota sekaligus Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, menjelaskan bahwa tim KY hadir saat persidangan, khususnya pada sesi pemeriksaan saksi, ahli, dan saksi a de charge.
“Beberapa di antaranya saat sidang menghadirkan ahli, saksi a de charge, dan saksi. Ini adalah upaya agar hakim dapat menjaga imparsialitas dan independensinya agar bisa memutus perkara dengan adil,” jelas Anggota KY dan Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Jumat 27 Desember 2024.
KY juga akan mendalami putusan PN Jakarta Pusat untuk menilai ada tidaknya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Namun, KY menegaskan tidak akan masuk ke ranah substansi putusan.
“Forum yang tepat untuk menguatkan atau mengubah putusan adalah melalui upaya hukum banding,” tambah Mukti.
Masyarakat yang menemukan dugaan pelanggaran kode etik hakim dipersilakan melapor ke KY dengan menyertakan bukti pendukung.
Dengan langkah ini, KY berharap proses hukum berlangsung transparan dan adil, serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Posting Komentar