Sidang Praperadilan Kasus Dugaan Pemerasan, Firli Didampingi 7 Pendekar Hukum Senior

Dalam praperadilan ini, Firli dibela oleh 7 pendekar hukum yang terdiri dari 5 profesor.
Sidang praperadilan yang diajukan oleh Ketua KPK non aktif Firli Bahuri, Senin (11/12). Foto: Istimewa

JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, hari ini, Senin (11/12) menggelar pembacaan gugatan di sidang praperadilan yang diajukan oleh Ketua KPK non aktif Firli Bahuri terkait kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian SYL.

Dalam praperadilan ini, Firli dibela oleh 7 pendekar hukum yang terdiri dari 5 profesor. Di antaranya mantan Menteri Hukum dan HAM Prof Yusril Ihza Mahendra, Prof Suparji Ahmad dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Prof Romli Atmasasmita dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Agus Sarono dari Universitas Diponegoro (Undip), dan Prof Mudzakkir dari Universitas Islam Indonesia (UII).

Firli juga didampingi oleh pakar hukum dari Universitas Suryakencana Dr Rusman dan mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.

Sidang praperadilan ini merupakan babak baru dalam kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Firli terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Firli mengajukan gugatan praperadilan pada 24 November 2023, dengan nomor perkara 314/Praper/IISPAXI/2023. Sidang yang dipimpin oleh Hakim tunggal Imelda Herawati Dewi Prihatin dimulai hari ini, Senin, 11 Desember 2023.

Dalam upaya membuktikan kesalahan prosedur dalam kasusnya, Firli dan para ahli yang mendampinginya akan meyakinkan hakim tunggal. Prof Suparji Ahmad dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) menyatakan bahwa tidak ditemukan unsur perbuatan melawan hukum dalam kasus ini saat berbicara dalam diskusi publik pada Jumat (8/12).

"Apakah praperadilan dapat menggugurkan penetapan tersangka, kalau dikabulkan itu akan bisa menggugurkan penetapan tersangka," ujar Prof Suparji, sambil meminta agar nantinya gugatan praperadilan Firli dipercayakan kepada pembuktian di persidangan.

Namun, Prof Suparji juga mengingatkan agar hukum tidak disalahgunakan sebagai alat balas dendam atau alat politik.