Ledakan Investor Kripto di Indonesia, OJK Didorong Perkuat Edukasi
Jangan sampai masyarakat terjerumus dalam jebakan investasi tanpa pemahaman yang cukup
Sepanjang tahun 2024, jumlah investor kripto di Indonesia mengalami lonjakan pesat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga akhir tahun, investor kripto telah mencapai 22,91 juta orang, meningkat 23,77 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, nilai transaksi aset kripto turut meroket hingga menyentuh angka fantastis Rp650,61 triliun.
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, menyoroti fenomena ini dengan mengajak OJK untuk lebih gencar meningkatkan literasi keuangan bagi masyarakat.
Ia menegaskan pentingnya edukasi agar masyarakat tidak sekadar ikut-ikutan tren tanpa memahami risiko yang melekat pada aset digital ini.
“Edukasi ini penting supaya masyarakat tidak hanya mengikuti tren FOMO (Fear of Missing Out). Dimana, hanya ikut-ikutan saja, tanpa mengerti risiko dibaliknya.
Apalagi kripto punya karakteristik volatilitas yang cukup tinggi, dimana harga dapat berubah secara drastis dalam waktu singkat. Belum lagi, modus penipuan yang melibatkan kripto, seperti aset kripto ilegal, pencucian uang, pendanaan terorisme, hingga judi online,” ungkap Puteri melalui rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Puteri juga mengingatkan bahwa sekitar 65 persen investor kripto berasal dari kelompok usia muda, yakni 18-35 tahun. Oleh sebab itu, menurutnya, OJK perlu menyiapkan strategi komunikasi yang lebih efektif dan sesuai dengan karakter generasi ini.
Menurut Puteri, banyak investor muda yang masih bergantung pada informasi dari influencer keuangan di media sosial. Sayangnya, tak sedikit dari mereka yang memberikan rekomendasi investasi tanpa pemahaman mendalam mengenai risiko yang ada.
"Artinya generasi ini sudah melek teknologi. Sehingga, OJK perlu memastikan mereka mendapat sumber informasi dan rujukan yang jelas. Supaya terhindar dari oknum influencer keuangan yang menganjurkan produk investasi tanpa informasi yang jelas akan risikonya. Sehingga rentan menyebarkan informasi yang menyesatkan,” ujar Puteri dalam rapat kerja Komisi XI bersama Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, Aset Kripto Hasan Fawzi, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (13/02/2025).
Sebagai langkah nyata, Puteri mendorong OJK untuk memperluas cakupan program edukasi keuangan digital. Saat ini, program yang dijalankan OJK baru menjangkau 10 kota dan melibatkan sekitar 5.177 peserta, jumlah yang masih terbilang kecil dibandingkan dengan jumlah investor kripto yang terus bertambah.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas pengawasan terhadap aset kripto.
“Hal ini mengingat aset kripto sangat erat dengan pemanfaatan teknologi blockchain. Sehingga, SDM yang dibutuhkan juga harus memiliki kompetensi terkait hal tersebut, seperti certified information system auditor, certified ethical hacker, dan lainnya,” tutup Puteri.
![]() |
Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, saat rapat kerja Komisi XI bersama Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, Aset Kripto Hasan Fawzi, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Foto: dpr.go.id |
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, menyoroti fenomena ini dengan mengajak OJK untuk lebih gencar meningkatkan literasi keuangan bagi masyarakat.
Ia menegaskan pentingnya edukasi agar masyarakat tidak sekadar ikut-ikutan tren tanpa memahami risiko yang melekat pada aset digital ini.
“Edukasi ini penting supaya masyarakat tidak hanya mengikuti tren FOMO (Fear of Missing Out). Dimana, hanya ikut-ikutan saja, tanpa mengerti risiko dibaliknya.
Apalagi kripto punya karakteristik volatilitas yang cukup tinggi, dimana harga dapat berubah secara drastis dalam waktu singkat. Belum lagi, modus penipuan yang melibatkan kripto, seperti aset kripto ilegal, pencucian uang, pendanaan terorisme, hingga judi online,” ungkap Puteri melalui rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Puteri juga mengingatkan bahwa sekitar 65 persen investor kripto berasal dari kelompok usia muda, yakni 18-35 tahun. Oleh sebab itu, menurutnya, OJK perlu menyiapkan strategi komunikasi yang lebih efektif dan sesuai dengan karakter generasi ini.
Menurut Puteri, banyak investor muda yang masih bergantung pada informasi dari influencer keuangan di media sosial. Sayangnya, tak sedikit dari mereka yang memberikan rekomendasi investasi tanpa pemahaman mendalam mengenai risiko yang ada.
"Artinya generasi ini sudah melek teknologi. Sehingga, OJK perlu memastikan mereka mendapat sumber informasi dan rujukan yang jelas. Supaya terhindar dari oknum influencer keuangan yang menganjurkan produk investasi tanpa informasi yang jelas akan risikonya. Sehingga rentan menyebarkan informasi yang menyesatkan,” ujar Puteri dalam rapat kerja Komisi XI bersama Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, Aset Kripto Hasan Fawzi, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (13/02/2025).
Sebagai langkah nyata, Puteri mendorong OJK untuk memperluas cakupan program edukasi keuangan digital. Saat ini, program yang dijalankan OJK baru menjangkau 10 kota dan melibatkan sekitar 5.177 peserta, jumlah yang masih terbilang kecil dibandingkan dengan jumlah investor kripto yang terus bertambah.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas pengawasan terhadap aset kripto.
“Hal ini mengingat aset kripto sangat erat dengan pemanfaatan teknologi blockchain. Sehingga, SDM yang dibutuhkan juga harus memiliki kompetensi terkait hal tersebut, seperti certified information system auditor, certified ethical hacker, dan lainnya,” tutup Puteri.
Posting Komentar