Binti Lailatul Masruroh: Pemohon Uji UU Pilkada Usulkan Pendanaan Pilkada Dibebankan pada APBN

Pemohon minta pendanaan Pilkada dari APBN untuk independensi penyelenggara pemilu
Pemohon Perkara Nomor 173/PUU-XXII/2024, Binti Lailatul Masruroh, mengajukan perbaikan permohonan mengenai pengujian Pasal 166 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).
 
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: mkri.id

JAKARTA - Dalam sidang daring yang digelar pada Jumat 27 Desember 2024, Binti meminta agar pendanaan pilkada dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai ketentuan Peraturan Menteri.

"Memperhatikan agenda penyelenggaraan pemilu nasional dan pilkada dilaksanakan secara serentak, maka biaya penyelenggaraan pilkada yang sampai dengan saat ini berasal dari APBD, sebaiknya dibebankan pada APBN,” ujar Binti dalam sidang perbaikan permohonan yang diikutinya secara daring pada Jumat 27 Desember 2024.

Binti menyampaikan bahwa ketergantungan pendanaan pilkada pada APBD dapat memengaruhi independensi penyelenggara pemilu.

Menurutnya, penentuan anggaran seringkali bergantung pada persetujuan kepala daerah yang juga merupakan calon petahana, serta partai politik pendukungnya di DPRD. Kondisi ini, lanjutnya, berpotensi menciptakan konflik kepentingan.

Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasal 166 ayat (1) UU Pilkada bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 jika tidak dimaknai bahwa pendanaan pemilihan dibebankan pada APBN dan dapat didukung oleh APBD sesuai Peraturan Menteri.

Selain itu, Pemohon juga memohon agar Pasal 166 ayat (3) UU Pilkada dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa ketentuan pendanaan dari APBN diatur dalam Peraturan Perundang-undangan.

Sebagai informasi, Pasal 166 ayat (1) UU Pilkada saat ini mengatur bahwa pendanaan kegiatan pemilihan dibebankan pada APBD dan dapat didukung oleh APBN sesuai peraturan perundang-undangan. Pasal 166 ayat (3) menyebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan dari APBD diatur dengan Peraturan Menteri.

Sidang perbaikan permohonan ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah.

Pada kesempatan tersebut, Saldi menyatakan bahwa hasil persidangan ini akan dilaporkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk memutuskan apakah perkara akan diperiksa lebih lanjut atau diputus tanpa sidang lanjutan.