Petambak Aceh Terancam Bangkrut Akibat Ekspor Macet, PDIP Minta Pemerintah Turun Tangan
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) asal Aceh, Masady Manggeng, menyampaikan keprihatinan atas kerugian besar yang dialami petambak udang vanname sejak Agustus lalu. Penyebabnya, ekspor udang beku Indonesia ke Amerika Serikat (AS) dihentikan sementara.
![]() |
Ilustrasi. Foto: KKP |
BANDA ACEH — “Petambak di Aceh sudah berbulan-bulan panik. Salah satu pabrik besar di Medan tidak lagi menerima hasil panen mereka. Sementara hanya ada satu pabrik lain dengan kapasitas terbatas yang masih membeli, itu pun dengan harga jauh di bawah standar. Situasi ini jelas membuat para petambak merugi hingga ratusan juta bahkan miliaran rupiah,” kata Masady, Selasa (9/9/2025).
Ia mencontohkan, harga udang ukuran 30 ekor per kilogram pada tabel Medan tanggal 10 Agustus 2025 tercatat Rp 74.000/kg. Namun, harga penampung hanya Rp 58.000–Rp 60.000/kg. Di tingkat tambak, penurunan harga lebih parah, hingga Rp 14.000–Rp 17.000/kg.
“Dengan kondisi ini, mustahil petambak memperoleh keuntungan. Justru mereka menanggung kerugian besar yang mengancam kelangsungan usaha,” tegasnya.
Masady menilai pemerintah pusat maupun daerah tidak bisa tinggal diam. Ia khawatir banyak petambak gulung tikar jika tidak ada intervensi cepat.
“Saya mendesak pemerintah untuk segera mencari solusi konkret, baik dalam membuka kembali akses ekspor maupun menjamin harga yang layak bagi petambak. Ini bukan hanya soal bisnis, tapi juga soal hajat hidup ribuan keluarga di pesisir Aceh yang menggantungkan hidupnya pada tambak udang,” ujarnya.
Menurut Masady, ada beberapa opsi yang bisa ditempuh pemerintah. Pertama, intervensi harga dengan memberikan subsidi sementara atau menetapkan harga dasar udang. Kedua, membuka pasar alternatif di Asia, Timur Tengah, dan Eropa agar tidak terlalu bergantung pada Amerika Serikat.
Ketiga, memperkuat industri lokal dengan membangun unit pengolahan di Aceh. Keempat, memberi akses pembiayaan lunak agar petambak tetap bisa berproduksi. Kelima, melakukan koordinasi lintas kementerian, terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Luar Negeri untuk mendorong diplomasi dagang.
Terakhir, mengevaluasi izin usaha agen-agen yang bermain dan memanfaatkan situasi untuk menekan harga. Karena mereka memiliki fasilitas cold storage, untuk menyimpan udang agar bisa dijual ketika harga normal.
“Tanpa langkah-langkah strategis tersebut, potensi besar Aceh dalam industri budidaya udang bisa berubah jadi beban, bukan lagi penopang ekonomi rakyat,” tutup Masady.
Posting Komentar