Mengenal "Kode Senyap" Dalam Penegakan Hukum, Berikut Penjelasan Ahli Psikologi Forensik

Ada perilaku buruk penegak hukum yang diistilahkan misconduct
Ahli psikologi forensik Reza Indragiri membeberkan penyebab perilaku buruk terjadi pada penegak hukum. Diantaranya adalah diskresi eksklusif dan minimnya penindakan terhadap perilaku penyalahgunaan wewenang secara internal. Perilaku buruk itu ia istilahkan sebagai misconduct.

Ilustrasi penegakan hukum. Foto: pixabay/@qimono.

TIMES.ID - Misconduct itu sendiri, jelas Reza bentuknya beragam. Salah satu ialah korupsi. Korupsi tersebut yang dinilainya secara psikologis, terjadi karena adanya personel atau penegak hukumnya yang diberikan keleluasaan terlalu luas, tanpa adanya pengawasan.

“Jadi, mereka seolah terkondisikan untuk menggunakan kewenangan ‘sekehendak hati’ mereka saja,” ucap Reza pada webinar yang bertajuk Masa Depan Reformasi Lembaga Penegak Hukum, Sabtu, 27 Agustus 2022.

Reza juga menambahkan diskresi seperti pedang bermata dua. Satu sisi kalau ditegakkan akan dimanfaatkan dengan penuh keluhuran hati, lebih dari pertimbangan rasional, sudah melibatkan batin dan hati nurani.

Maka ini merupakan instrumen yang sangat memberdayakan personel dalam penegakan hukum untuk menegakan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kewenangan yang terlalu luas ini kemudian dimanfaatkan oleh penegak hukum untuk melakukan penyimpangan atau perbuatan yang justru bertentangan dengan hukum. Kelakuan mereka berbanding lurus karena penindakan dalam penegakan hukum yang melawan hukum dinilai minim.

“Tambah parah lagi, di lingkungan penegakan hukum, walaupun istilah ini populer di lingkungan kepolisian, ada subkultur menyimpang yang diistilahkan sebagai ‘blue wall of silence’,” ucap Reza.

“Kalau saya Indonesia kan, terjemahan bebasnya adalah adanya ‘kode senyap’," terangnya.

Kode senyap tersebut dicirikan oleh adanya kecenderungan yang berasosiasi dengan kebiasaan, personel atau penegak hukum untuk menutup - nutupi perbuatan sesama penegak hukum.

“Menutup-nutupi penyimpangan, pelanggaran kejahatan, kebadungan yang dilakukan oleh sejawat mereka sendiri,” imbuhnya.

Kode senyap atau perilaku yang menutup-nutupi itu terjadi dengan adanya kelompok-kelompok tertentu dalam sebuah institusi di penegak hukum. Ada gerbong-gerbong.

Apabila gerbong-gerbong terbentuk, imbuh Reza, yang terjadi adalah kode senyapnya akan semakin kokoh. Karena masing-masing grup akan merasa kelompoknya eksklusif.

Maka dari persoalan tersebut, Reza Indragiri hendak menunjukkan bahwa kebobrokan dalam sebuah institusi penegak hukum bukan hanya oknum, yang selama ini menjadi kambing hitam. Akan tetapi sesungguhnya ialah institusinya itu sendiri.