Siap-siap! Bulan Depan Harga Sawit Naik Lagi Hingga Rp 1.600 Perkilo, Ini Bocoran Penyebabnya

Pemasukan BPDPKS akan turun drastis setelah PE digratiskan
Rencana pemerintah menihilkan tarif pungutan ekspor (PE) minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) memberi harapan baru bagi petani sawit. Diharapkan harga tandan buah segar (TBS) bisa terdongkrak lagi.

Ilustrasi Sawit. Foto: Khairul Rijal

JAKARTA - Wacana menggratiskan pungutan ekspor CPO ini tertuang dalam Ringkasan Eksekutif (RE) berkop Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagaimana beredar di kalangan awak media.

Dalam RE itu disebutkan penurunan tarif pungutan ekspor ditekan menjadi 0 dolar AS selama dua bulan. "Mulai bulan Agustus s.d September dan kembali menjadi maksimal USD 240 untuk harga CPO > USD 1.500 pada bulan Oktober," bunyi RE tersebut.

Kendati demikian, ada dampak signifikan akibat kebijakan tersebut. Pertama, pemasukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berkurang hingga 17,5 triliun (skema optimis) dan Rp 11,8 triliun (skema pesimis) dibandingkan dengan tarif existing.

"Sehingga saldo masih positif Rp 24,0 triliun (optimis) dan Rp 20,3 triliun (pesimis)," lanjut RE tersebut.

Itu proyeksi untuk tahun ini, 2022. Sementara untuk 2023 saldo BPDPKS turun lebih besar lagi, mencapai Rp 35,7 triliun (skema optimis) dan Rp 22 triliun (skema pesimis) dibandingkan dengan tarif existing. Sehingga saldo di tahun itu diperkirakan menjadi Rp 6,3 triliun (optimis) dan Rp 7,8 triliun (pesimis).

"Pemberlakuan tarif PE $0 selama dua bulan, bertujuan untuk mempercepat ekspor sehingga membuat harga TBS lebih cepat naik ke arah Rp 1.600," isi RE ini.

Namun dalam RE tersebut, penurunan tarif PE direkomendasikan bersifat temporer dan akan disesuaikan kembali setelah mempertimbangkan peningkatan ekspor dan kenaikan TBS serta situasi keuangan BPDPKS. "Perubahan tarif tersebut dilakukan mekanisme komrah," tutup RE tersebut.

Namun, perlu dicatat RE ini belum terkonfirmasi kevalidannya. Media sedang berupaya mengonfirmasi pihak terkait.

Sekretaris Wilayah Asosiasi Petani Sawit Indonesia (Apkasindo) Aceh, Fadhli Ali menyambut baik dan mengapresiasi kebijakan tersebut.

"Harusnya kebijakan nyata yang berpihak pada kepentingan petani ini sudah harus di lakukan 1 bulan setelah keran ekspor dibuka kembali. Tapi sekali lagi kami sangat hargai kebijakan ini," kata Fadhli ketika dikonfirmasi.

Menurutnya, harga TBS di level petani yang anjlok drastis memang tidak bisa diatasi dengan kebijakan normal atau yang biasa-biasa. "Kebijakan ini saya nilai tepat dalam rangka mengoreksi harga TBS kembali bergerak naik secara cepat," yakinnya.

Saat ini di Aceh, ungkapnya, harga TBS pada tingkat petani hanya dihargai Rp 500/kg. "Saya Optimis kebijakan ini akan membuat harga pengusaha/eksportir akan bersemangat mengekspor CPO dan petani akan kembali bersemangat bekerja mengurus kebun," pungkasnya. ***