Advokat Prihatin Irjen Ferdy Sambo Digiring Medsos Sebagai Pelaku Pembunuhan Brigadir J

Peradilan sesat berpotensi terjadi jika kebablasan mengikuti arus media sosial
Penghakiman sepihak terhadap Irjen Ferdy Sambo di media sosial (medsos) dalam kasus kematian Brigadir J masif terjadi. Mantan Kadiv Propam Mabes Polri itu malah digiring sebagai pelaku, sementara tersangkanya pun belum ditetapkan oleh pihak kepolisian.

Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara Petrus Selestinus. Foto: Istimewa

JAKARTA - Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara menyayangkan dahsyatnya penghakiman yang sudah berlangsung selama dua pekan terakhir ini. Padahal proses penyelidikan dan penyidikan masih berlangsung.

Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus menilai informasi yang berkembang di medsos belakangan ini justru menjurus kepada berita bohong atau hoax. Informasi dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan ini terus didaur-ulang. 

Dampaknya membahayakan. Selain masyarakat dicekoki oleh informasi yang tidak berdasar, arah pemberitaan hingga kinerja polisi dikendalikan oleh medsos ini.

"Karena sudah digiring Irjen Ferdy sebagai pelaku, dan terlibat pembunuhan yang dilakukan secara berencana. Padahal Polri belum menetapkan tersangkanya," kata Petrus di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (22/7).

"Jangan sampai pemberitaan di medsos ini sudah menghakimi Irjen Ferdy dan institusi Polri," sambungnya.

Akan tetapi, di lain sisi ia mengapresiasi kontrol kuat masyarakat terhadap kinerja polri di media sosial. Meskipun ia khawatir jika berlebihan atau kebablasan malah berujung pada peradilan sesat. 

"Ini bahaya, seandainya Ferdy Sambo tidak terbukti sebagai pelaku, siapa yang bertanggung jawab ini nanti? Ini bisa masuk fitnah dan mencemarkan nama baik orang," tanya dia.

Sebab itu, ia berharap agar semua pihak menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah. Termasuk oleh pengacara keluarga Brigadir J. Petrus menyarankan agar pengacara menyerahkan bukti-bukti ke penyidik bukan dibeberkan ke publik.

"Kekhawatiran kami terjadi peradilan sesat. Pegangan kita kan peradilan hukum. Biarkan penyidik bekerja," lanjutnya.

Apalagi polisi sebutnya sudah sangat terbuka dan akomodatif terhadap setiap permintaan pihak keluarga. Seperti menggali kembali kuburan Brigadir J untuk diautopsi ulang. Hanya saja ia mengingatkan agar sikap akomodatif berlebihan justru malah mengesankan pihak kepolisian gampang didikte.

"Biarkan polisi bekerja di bawah norma hukum yang berlaku, jangan di bawah tekanan opini," tandasnya.

Sebab sikap akomodotif yang berlebihan justru berpotensi membuat polisi salah langkah. Ujungnya bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik, yang saat ini sedang tinggi-tinginya. Bahkan melampaui KPK.

Advokat lain di Perekat Nusantara Erick S Paat meminta publik mempercayakan kasus ini kepada penyidik Polri. Apalagi sudah ada tim yang dibentuk secara berlapis untuk mengawal kasus tersebut. Mulai dari tim dari pihak Polri, Kompolnas hingga Komnas HAM.

"Sudah berlapis begitu masak tidak percaya sih," kata Erick.

Ia menambahkan, rencananya Perekat Nusantara akan menghadap Kapolri untuk memberikan dukungan agar bekerja profesional sesuai KUHAP. "Kita atur minggu depan," tambahnya.

Tercatat ada sekitar 12 orang advokat hadir dalam konferensi pers ini. Selain Petrus dan Erick, tampak juga Pieter Singkali, H. Moh. Satu Pali, Daniel T. Masiku, Antonius M. Safendi, Piterson Tanos, Berechmans M. Ambardi, Vincent Rante Alo, Juanita Valeri Tanamal dan Gideon Tarigan.

Kemudian Robertus Mujiono, Brodus, Albertus, Carrel Ticualu dan Posma G. Siahaan.