Komisi III DPR Kaget, Tersangka Mafia Minyak Goreng Dijerat Pasal Pidana Mati

Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan mengapresiasi langkah hukum yang diambil Kejagung dalam meringkus mafia migor. Namun, ia sempat kaget ketika pasal pidana mati yang akan dipakai untuk menjerat pelaku di tengah apatisme publik terhadap kinerja penegak hukum belakangan ini.

Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan. FOTO: IST

JAKARTA - "Kita terkejut mendengar ini, tapi kita menghormati dan semua memberi perhatian yang sangat serius dalam kasus ini. Ini kerja-kerja yang memenuhi harapan publik. Kita menghormati langkah hukum yang mereka gunakan," kata Hinca ketika dihubungi tadi malam.

Ia berharap ketegasan penegak hukum tidak berhenti di kasus migor, akan tetapi yang tidak kalah menyusahkan saat ini adalah langkanya Bahan Bakar Minyak (BBM). Hinca yang mengaku sedang berada di Daerah Pemilihan (dapil) menerima banyak keluhan masyarakat.

"Kalau diminta pindah ke Pertamax, tidak masuk akal. Itu mendzolimi masyarakat. BBM dan migor sama langkanya di sini.

Pada Selasa (19/4), Kejagung telah menetapkan 4 tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) minyak sawit mentah dan turunannya periode bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

Satu diantaranya adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana. Tiga lainnya; Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, lalu Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG) Stanley MA dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Tagore Sitanggang.

Yang mengejutkan, para tersangka mafia migor ini dikabarkan bakal dijerat dengan pasal hukuman mati. Hal itu diamini olehJaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah dan Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Supardi.

"(Dijerat) Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor ya," kata, Supardi kepada wartawan, Selasa (19/4).

Asal tahu saja dalam Pasal 2 UU Tipikor, mengatur ancaman pidana seumur hidup. Bahkan di pasal 2 ayat (2) secara tegas disebutkan pidana mati.

"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)," bunyi pasal 2 ayat (1).

"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan," lanjut pasal 2 ayat (2).

Frasa "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku yang korupsi saat negara dalam keadaan bahaya, seperti bencana alam nasional, krisis ekonomi dan moneter hingga pengulangan tindak pidana korupsi.