Elektabilitas Prabowo Terus Turun & Kerja Ekstra Keras Untuk Kembali Mendongkraknya

Di awal-awal survei calon presiden, nama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memang selalu di atas angin. Tapi belakangan, elektabilitasnya terus mengalami tren penurunan.

Ilustrasi

JAKARTA - Dalam survei terbaru, sebagaimana dirilis oleh Populi Center kemarin, Prabowo nangkring di urutan kedua dengan tingkat keterpilihan 13,4 persen. Turun dibandingkan Oktober 2020 lalu, di angka 15,3 persen. Sama dengan banyak lembaga survei lain, urutan pertama dikuasai oleh Presiden Jokowi.

Nah, di tengah merosotnya elektabilitas Prabowo, peneliti Populi Center Rafif Pamenang Imawan mengungkapkan bahwa pesaing ketat Prabowo di papan atas, seperti Ganjar Pranowo malah mengalami peningkatan elektabilitas yang cukup signifikan.

"Pak Anies juga ada peningkatan. Tapi ada penurunan untuk Prabowo," katanya dalam konferensi pers, kemarin.

Tapi, sebutnya tren dukungan kepada Ganjar meroket berkali-kali lipat dibanding sebelumnya. Dari 2,6 persen pada Oktober 2020 menjadi 11,6 persen di Maret 2022. Sedangkan Anies dari 5,5 persen menjadi 7,2 persen.
Ia menyebutkan, elektabilitas Ganjar menguat dalam satu setengah tahun terakhir. Meskipun posisinya kini masih di bawah Prabowo, urutan tiga.

"Dan soal peta politik, yang kuat ada sosok Prabowo, Ganjar dan Anies cukup kuat di situ bila Presiden Joko Widodo tak ikut serta dalam pemilu. Baik untuk (pertanyaan) yang terbuka dan tertutup," jelasnya.

Di luar 4 besar, ada juga nama Sandiaga Salahuddin Uno dan Ridwan Kamil yang masih bersaing ketat di peringkat lima dan enam dengan masing-masing elektabilitas 2,2 persen.

Disusul Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berada (1,1 persen), Tri Rismaharini (0,8 persen), Puan Maharani (0,7 persen), Susilo Bambang Yudhoyono (0,6 persen), Erick Thohir (0,4 persen), dan Basuki Tjahaja Purnama (0,4 persen).

Kendati demikian, persaingan antar sesama bakal capres masih terbuka. Pasalnya masih cukup banyak masyarakat yang belum memutuskan/menolak menjawab dalam pertanyaan terkait elektabilitas capres.

"Masih ada sebesar 41,4 persen masuk kategori tidak tahu/tidak jawab," sebut Rafif.

Survei Populi Center yang diklaim menggunakan pendanaan internal ini digelar pada tanggal 21-29 Maret 2022. Total, ada 1.200 responden yang dilibatkan dan tersebar secara proporsional di 34 Provinsi di Indonesia.

Metode pengambilan data dalam survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka dan menggunakan metode acak bertingkat dengan margin of error (MoE) ± 2,83 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Penurunan elektabilitas Prabowo juga terlihat dalam survei lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis 7 April lalu.

"Dukungan pada Prabowo mengalami pelemahan dari 20 persen menjadi 17,6 persen," kata Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas ketika itu.

Sementara elektabilitas para pesaing sosok yang kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) itu, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan malah mengalami penguatan.

Elektabilitas Ganjar meroket lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu. Dari 8,8 persen pada survei Maret 2021 melesat ke angka 18,1 persen pada Maret 2022.

Demikian pula dengan Anies Baswedan. Suara mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) juga naik meskipun tipis. Dari 11,2 persen menjadi 14,4 persen.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia juga berkelakar menggunakan 2 sudut pandang. Gelas setengah kosong dan gelas setengah penuh merespons elektabilitas Prabowo saat ini dibanding sebelumnya.

"Gelas setengah penuhnya adalah Pak Prabowo tidak pernah pasang baliho, Pak Prabowo tidak pencitraan di televisi tetapi masih dapat 27 persen dalam simulasi tujuh nama," kata Burhanuddin di Jakarta, saat merilis hasil survei lembaganya, Minggu (3/4/2022) lalu.

"Kalau kita baca dalam gelas setengah kosongnya adalah Pak Prabowo itu perolehan di 2019, itu 44,5 persen lho. Berarti kan turun hampir separuhnya. Jadi ada banyak suara Pak Prabowo yang pindah ke yang lain," sambungnya.

Padahal jika dilihat dari sisi popularitasnya, Prabowo gak ada yang ngalahin. Yakni mencapai 92,3 persen, seperti dirilis Populi Center kemarin. Tapi dari 92 persen itu, tidak sampai sepertiga yang berkenan memilih Prabowo untuk menjadi Presiden.

Bakal capres lain juga juga mengantongi tingkat popularitas yang tinggi adalah Sandiaga Uno 78,5 persen, Anies 78,1 persen, Ganjar 65,4 persen dan Puan Maharani 63,3 persen.

Pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio meyakini konsekwensi menurunnya elektabilitas Prabowo sudah dihitung oleh mantan Danjen Kopassus ini. Khususnya sejak ia memutuskan bergabung ke dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf.

"Dia bagaimana pun banyak mengecewakan pendukungnya," kata Hensat yang juga founder dari Lembaga Survei KedaiKOPI ini dalam perbincangan tadi malam.

Apalagi, jika keputusan bergabung ke dalam pemerintahan usai Pilpres 2019 lalu ditafsirkan sebagai bentuk ketidaksetiaan Prabowo terhadap para pendukungnya.

"Yang ada itu pemimpin ditinggal pendukungnya. Nah ini kebalik Prabowo, pemimpin meninggalkan pendukung. Jadi cukup besar lukanya, ada kerja ekstra keras bagi tim suksesnya Prabowo untuk meningkatkan elektabilitas di atas 25 persen," sambungnya.

Lalu bagaimana caranya agar elektabilitas Prabowo bisa kembali terdongkrak?

Hensat menyarankan agar Prabowo nantinya bisa memilih pasangan yang tepat. Untuk menambal kian bolong-bolongnya basis massa pendukung Prabowo.

"Kalau mau naik dia harus pilih Wapres yang tepat, sama dengn waktu dia pilih Sandi Uno. Jadi, saya gak kaget sih dengan elektabilitas Pak Prabowo sekarang," pungkasnya.