Cerita Nenek Sarini, Sang Penjual Jamu Ke Tanah Suci

Cita-cita Sarini, penjual jamu asal Gampong Blang Makmur Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya (Abdya) untuk berangkat ke Tanah Suci akhirnya terwujud. Awal April ini, janda usia 68 tahun ini berangkat umroh, setelah 5 tahun menabung.


Bahan baku pembuatan jamu nenek Sarini. FOTO: KHAIRUL RIJAL


KETIKA pertama kali tiba dirumah nenek ini, kami di sambut dengan senyuman kebingungan. Pastinya ia bertanya-tanya siapa ini? Anak siapa ini?


Kami pun berjabat tangan dengan beliau, sembari mengucapkan salam. "Assalamualaikum," ucap kami ketika berhadapan di muka pintu rumah beliau, Selasa (8/3) lalu.

   

Nenek yang sudah beranjak lansia ini pun menerka-nerka siapa kami. "Kamu anak nya si fulan ya?" sambil ketawa. Itu hal yang lumrah, karena usianya yang sudah tidak mudah dan ingatannya pun mulai menurun. Kami pun berkenalan dengan nenek Sarini.


Rasanya tidak ada waktu untuk tidak tertawa ketika bertemu beliau. Karena ia memang dikenal ramah dan suka becanda. Sesekali latah karena salah ucap. He-he-he.


Iring waktu kami pun bertanya-tanya, tentang keberangkatannya ke Tanah Suci dan bagaimana perjuangan untuk mewujudkan cita-cita nya itu?


Perlu diketahui, janda 3 anak ini kesehariannya adalah pembuat sekaligus penjual jamu. Ia berjualan jamu sejak 17 tahun lalu atau setahun pasca damai GAM dan RI.


Tapi ia fokus menabung untuk berangkat umroh semenjak 5 tahun yang lalu. "Nenek sudah dari 5 tahun lalu menabung," ucap beliau dengan nada rendah. 


Setiap minggunya ia mengayuh sepeda untuk menjual jamu kepada pelanggan. Hanya dengan bermodal sepeda itulah ia berjualan jamu hingga puluhan KM. 


"Dengan sepeda itu nenek antar jamu," sembari menunjuk ke arah sepeda tua yang ada di depan rumah.


Dari hal kecil yang dikerjakan, Nenek Sarini ingin membuktikan bahwa tidak ada hal yang mustahil untuk diraih. Semua bisa dilakukan dengan niat yang kuat dan semangat dalam berusaha. Meskipun perjuangannya harus ditempuh dengan susah payah. 


Nenek Sarini mulai menunduk, sesekali mengelap air mata dengan jilbab berwarna ungu yang ia kenakan. Ia bersyukur, mimpinya berangkat umrah terwujud.


Sejatinya, ia dijadwalkan berangkau umroh pada awal Maret lalu, namun digeser ke awal April ini. Atau hari ke 2 bulan Ramadhan. Ia bisa menjalani bulan puasa tahun ini di Tanah Suci.


"Alhamdulillah, berkat doa mu juga nak nenek bisa berangkat," sembari menghela napas yang menahan jatuhnya air mata.


Ia menceritakan, keuntungan dari hasil jualan jamu, yang sehari-hari laku sekitar 3-5 botol sirup jamu ditabung untuk umrah. Harga perbotolnya, Rp 20 ribu.


Produksi jamunya tidak banyak. Karena proses fermentasi dan pengendapan jamu menghabiskan waktu hingga satu Minggu. Karena itu pula ia tidak bisa berjualan setiap hari. 


Nenek Sarini menjalani semua peran dalam proses pembuatan jamu sendiri, mulai dari membeli bahan mentah seperti kunyit, jahe, pala dan lainnya. Kemudian ia memotong kecil kecil lalu difermentasi. Waktunya lama.


Times.id mengonfirmasi biro umroh yang akan memberangkatkan nenek Sarini, yakni PT Darul Umrah Alharamain terkait alasan penundaan keberangkatan bulan Maret ini.


Tgk Yunus dari PT Darul Umrah Alharamain menjelaskan bahwa nenek Sarini awalnya dijadwalkan berangkat pada 23 Maret ini. Tapi karena disebabkan ketidakcukupan tiket pesawat, keberangkatan ditunda hingga 4 April nanti.


"23 Maret hanya ada 17 tiket pesawat, sedangkan Anggota jamaah umrah 30 orang," terangnya via telpon, Jumat (11/03).


Laporan: Khairul Rijal    |   Editor: Muhammad