Haruskah Jokowi Ngomong Ke Mega Setiap Hendak Reshuffle?

Isu reshuffle masih menggelinding, meskipun belum diketahui pasti kapan dan siapa yang akan masuk dan keluar dari Kabinet Jokowi-Ma'ruf.  Tapi yang jelas, menurut elit PDIP, setiap mau reshuffle Jokowi selalu ngomong dulu ke Mega.


Presiden Jokowi (kanan) saat berbincang dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri (kiri) didampingi oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung saat meninjau langsung Persemaian Modern Rumpin, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, (10/3) lalu. FOTO: BPMI

JAKARTA - Elit PDIP yang ngomong begitu adalah Ketua DPP PDI-P Eriko Sotarduga. Menurutnya, dalam budaya ketimuran, ada tradisi presiden berkomunikasi terlebih dahulu dengan para ketua umum partai politik koalisi pemerintah, sebelum melakukan reshuffle. 


Meskipun, lanjutnya, Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri sebetulnya telah memberikan kepercayaan penuh kepada Presiden Jokowi. Khususnya dalam hal perombakan kabinet.


"Inilah budaya beliau. Apabila ada perubahan (reshuffle) pasti akan bertemu kepada ibu Mega dan ketum partai lain," kata Ketua DPP PDI-P Eriko Sotarduga, kemarin.


Dia bilang, budaya komunikasi seperti itu memang selalu dilakukan Jokowi setiap hendak melakukan perombakan kabinet, khususnya di periode kedua ini.


Di sisi lain, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menegaskan bahwa reshuffle adalah kewenangan penuh presiden. Karena kepala negara memang dijamin hak prerogatifnya dalam konstitusi, untuk mengangkat dan memberhentikan para pembantunya.


"Kalau berkomunikasi dengan pimpinan partai politik pendukung pemerintah, tidak sampai pada batas penentuan," kata Ngabalin ketika dikonfirmasi.


Kecuali, lanjutnya menyangkut program strategis pemerintah di DPR. Dimana butuh kesepakatan kedua pihak, yakni eksekutif dan legislatif dalam pelaksanaannya.


"Bahwa beliau menyampaikan rancana perombakan kabinet kepada pimpinan parpol, lagi-lagi itu hak prerogatif presiden," lanjutnya.


Guru Besar Ilmu Politik & Keamanan Universitas Padjajaran (Unpad) Prof Muradi menilai komunikasi Presiden Jokowi dengan Ketum PDIP maupun Ketum partai koalisi pendukung pemerintah lain setiap akan melakukan reshuffle, adalah bagian dari etika politik.


"Kalau pun dikatakan wajib, enggak ada aturannya juga. Tapi itu memperkuat legitimasi Pak Jokowi apabila mengambil keputusan," kata Prof Muradi lewat sambungan telepon.


"Dengan begitu, parpol merasa dihargai, menjadi tempat bertanya," sambungnya.


Peneliti ahli utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro juga berpendapat sama. Ia menilai, pada dasarnya mengangkat dan memberhentikan menteri adalah hak prerogatif presiden. Kalaupun presiden melakukan komunikasi dengan pimpinan partai politik itu terkait reshuffle, hal ini dilakukan utk menjaga pola relasi agar tetap baik.


"Untuk menghindari kemungkinan salah paham. Komunikasi politik antar elit sangat diperlukan dalam koalisi karena pemeintah memerlukan dukungan politik partai-partai yang berkoalisi," kata sosok yang karib disapa Wiwik, ini.


Tak cuma di masa Jokowi, di era pemerintahan SBY pun, sebutnya komunikasi politik diupayakan sedemikian rupa diantara partai-partai pendukung. Seperti aktivitas rapat secara reguler dan dipilihnya ketua harian partai koalisi pendukung pemerintah. 


"Artinya, bila presiden berkomunikasi dg ketum partai, khususnya terkait kader yang direshuffle, itu tak lain  agar ada masukan terkait opsi yang diusulkan parpol," tutupnya.


****

Ikuti perkembangan berita lainnya, dengan cara klik akun Instagram TIMES, lalu pencet tombol follow. Semakin banyak yang follow, maka kami akan semakin bersemangat mencari dan menyuguhkan berita lucu, penting, dan menarik untuk anda.

****