Rusdiansyah: Saksi Ahli Kubu AHY Tidak Paham Substansi Gugatan

Kedua saksi ahli yakni Zainal Arifin Mochtar dan Margarito Khamis yang dihadirkan Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam sidang gugatan di PTUN Jakarta, Kamis (21/10) lalu dinilai tidak memahami objek gugatan Partai Demokrat kubu Moeldoko cs.


Kuasa Hukum Partai Demokrat kubu KLB Rusdiansyah. FOTO: IST

JAKARTA - Hal itu disampaikan oleh Kuasa Hukum Partai Demokrat kubu Kongres Luar Biasa (KLB) Rusdiansyah. Menurutnya, keterangan yang diberikan saksi ahli yang dihadirkan tidak terkait dengan substansi gugatan.


"Sepertinya tidak memahami objek gugatan klien kami atas Kemenkumham dan tidak membaca atau tidak mengerti isi AD ART Partai Demokrat Tahun 2020. Keterangan yang mereka berikan tidak terkait dengan substansi gugatan. Mereka tampil seperti politisi, bukan layaknya sebagai akademi," sentil Rusdiansyah, dalam keterangannya, Jumat (22/10).


Ia menyoroti pernyataan Zainal Arifin Mochtar yang mengatakan bahwa partai yang selalu dirusak dalam sejarah Indonesia itu adalah partai yang oposisi dari pemerintah yang sedang berkuasa. 


Pernyataan Zainal ini, menurut dia tidak ada hubungannya dengan substansi gugatan dan tak ada bukti akademisnya. 


"Zainal secara sadar ingin menuduh bahwa pemerintah telah melakukan upaya merusak partai-partai oposisi. Itu adalah tuduhan yang mengada-ada dan padangan yang keliru," sambungnya.


"Faktanya, pemerintah dalam hal ini Kemenkumham tidak serta merta menyetujui permohonan kubu KLB Deli Serdang, sehingga kami lakukan upaya hukum ke PTUN," bantah dia.


Rusdiansyah juga mengkritisi pandangan Zainal yang menyebut mekanisme demokrasi tidak dipaksakan untuk diselesaikan di pengadilan. 


"Terkait pandangan ini, sepertinya Zainal tidak memahami isi 10 Pilar Demokrasi Konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan UUD 1945," sentilnya lagi.


Ia lalu merinci isi 10 pilar demokrasi itu, diantaranya:


1. Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa, 

2. Demokrasi dengan kecerdasan, 

3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat, 

4. Demokrasi dengan rule of law, 

5. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara, 

6. Demokrasi dengan hak asasi manusia,

7. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka, 

8. Demokrasi dengan otonomi daerah, 

9. Demokrasi dengan kemakmuran 

10. Demokrasi yang berkeadilan sosial. 


Kuasa hukum Moeldoko cs ini menegaskan bahwa upaya hukum ke pengadilan yang dilakukan oleh klien kami merupakan tindakan yang sejalan dengan pilar demokrasi konstitusional Indonesia.


"Andai saja Zainal Arifin Muchtar dan Margarito Khamis membaca isi AD/ART Partai Demokrat tahun 2020, maka sebagai akademisi, mereka akan malu menjadi saksi ahli kubu AHY," kritiknya lagi.


Ia juga mengkritik akademisi yang  dalam kesehariannya mengaku pejuang demokrasi, namun membela oligarki kekuasaan yang tirani dan nepotisme, sebagaimana yang menurutnya tertuang di dalam AD ART Partai Demokrat tahun 2020. 


"Karena itu, demokrasi seperti apa  sesungguhnya yang sedang diperjuangkan Zainal dan Margarito?" tanya dia.


Pernyataan Zainal yang menyebut bahwa sengketa ini cukup diselesaikan di internal partai, tidak di pengadilan juga dikritik Rusdiansyah.


Karena objek gugatan kubu KLB Deli Serdang adalah Surat Keputusan Kemenkumham, bukan surat keputusan Partai. Menurut UU PTUN, jelas dia, ranah gugatan untuk keputusan Kemenkumham adalah di PTUN, bukan di internal partai. 


Ia menyayangkan cara berpikir saksi ahli yang dihadirkan AHY cs yang menurutnya tidak seperti akademisi, tapi layaknya politisi.


"Zainal sedang menggiring opini yang keliru dan mengajarkan warga negara untuk tidak taat serta tidak menghormati hukum. Pemikiran semacam ini sangat berbahaya dalam negara demokrasi," pungkasnya.