Punya Konstribusi Rp 1,7 Kuadriliun, Terumbu Karang Perlu Dijaga

Kontribusi terumbu karang untuk ekonomi dunia mencapai 120 Miliar dolar AS per tahun. Setara Rp 1,7 Kuadriliun atau Rp 1.732 Triliun (kurs Rp 14.439/dolar AS). Sementara untuk kawasan segitiga karang, kontribusinya 14 Miliar dolar AS atau Rp 202 Triliun pertahun.


Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Sesmenko Marves), Agung Kuswandono saat memberikan pidato kunci pada webinar 'Dampak Perubahan Iklam Bagi Ekosistem Terumbu Karang Indonesia', Senin (21/6). FOTO: IST

JAKARTA - Besarnya kontribusi ekonomi dari terumbu karang jadi perhatian Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves). Agar kelestarian dan keberlanjutan terumbu karang tetap terjaga.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Sesmenko Marves), Agung Kuswandono bilang terumbu karang punya fungsi penting sebagai sumber pangan, tempat pemijahan, pengasuhan, dan mencari makan bagi biota laut.

Selain itu, terumbu karang juga berfungsi sebagai sumber plasma nutfah serta tempat rekreasi dan pelindung pantai. “Artinya terumbu karang merupakan tempat asuh dari semua makhluk hidup di lautan," kata Sesmenko Agung ketika memberikan pidato kunci pada webinar 'Dampak Perubahan Iklam Bagi Ekosistem Terumbu Karang Indonesia', Senin (21/6).

Dampaknya, sebut Agung akan luar biasa jika terumbu karang rusak. Mulai dari ikan kecil yang tidak bisa hidup hingga tempat rekreasi bawah laut jadi rusak. "Jangan sampai yang dilihat adalah karang-karang yang mati," pesannya.

Selama ini, Indonesia memang dikenal sebagai Mega Marine Biodiversity. Karena keanekaragaman hayatinya yang sangat besar. Salah satunya terumbu karang.

Selain punya kontribusi ekonomi, terumbu karang juga punya peranan besar dalam menjaga ketahanan pesisir. Sayangnya, laut Indonesia belum menjadi pokok dari perekonomian nasional.

Sesmenko Agung menjelaskan, sejauh ini Indeks Kesehatan Laut atau Ocean Health Index (OHI) Indonesia berada di peringkat 137 dari 221 negara pada tahun 2018. 

Ada banyak faktor, yang membuat degradasi ekosistem laut. Diantaranya, pencemaran laut yakni plastik dan limbah serta perubahan iklim penyebab degradasi ekosistem laut.

“Ini memengaruhi kesehatan laut dan mengurangi nilai ekonomi suatu kawasan," sebutnya.

Ia mengingatkan, laporan PBB bahwa tahun 2019 merupakan tahun terpanas, suhu global diperkirakan naik 1,1 derajat celcius di atas era pra industri (1850-1900). Hasil studi (UNEP) memperkirakan 90 persen terumbu karang dunia akan lenyap pada 2050.

Penyebabnya, pengasaman laut karena tingginya CO2, penangkapan ikan berlebihan, serta menurunnya kualitas air. Untuk mencegah pemanasan di atas 1,5 derajat celcius, dunia perlu mengurangi emisi sebesar 7,6 persen setiap tahun.

Sesmenko Agung menyebutkan ada banyak kegiatan untuk merestorasi terumbu karang saat ini. Salah satunya melalui program Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP), ICRG, dan lainnya.

Namun menurutnya kegiatan tersebut masih dinilai kurang untuk memperbaiki terumbu karang yang rusak atau terdegradasi.

“Untuk memperbaiki terumbu karang yang terdegradasi tidak hanya dengan menanam tetapi juga memperbaiki lingkungan hidupnya salah satunya dengan mengurangi sampah plastik agar terumbu karangnya bisa hidup dengan baik”, tuturnya.

Sesmenko Marves ini juga bilang konservasi dan pemulihan terumbu karang dirancang tidak hanya untuk melestarikan keanekaragaman hayati, tetapi juga untuk memastikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat lokal yang bergantung pada terumbu karang dan habitat pesisir.

Sementara Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), TB Haeru Rahayu mengatakan kondisi kesehatan terumbu karang yang baik memiliki manfaat bagi biota yang hidup di dalamnya. Yang secara otomatis juga membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat pesisir. Seperti mendukung aktivitas sektor pariwisata yaitu menyelam, untuk mendatangkan wisatawan dalam negeri maupun luar negeri.

"Upayakan pelestarian terumbu karang agar mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim dan ancaman yang menyertainya," imbaunya. (SA)