Luhut Gagal Wujudkan Target Presiden, What Next?

Setelah dua pekan berlalu, hasil kerja Luhut Binsar Pandjaitan ternyata tak sesuai target Presiden Jokowi. Buktinya, kasus virus Corona di 9 provinsi prioritas masih terus naik.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Foto: IST

JAKARTA - Ada tiga target yang diberikan Presiden Jokowi kepada Luhut.Pertama, penurunan penambahan kasus harian. Kedua, peningkatan angka kesembuhan. Dan ketiga, penurunan angka kematian. "Dalam waktu dua minggu," kata Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut dalam rapat perdananya dengan para Gubernur provinsi prioritas, pada 14 September lalu.

Sayangnya, hari ke hari kasus positif harian dan angka kematian tidak konsisten turun. Begitupun dengan angka kesembuhan yang naik turun. Fluktuatif.

Jika dibuat perbandingan sederhana, antara hari sebelum dan sesudah 2 pekan itu, akumulasi kasus positif harian di 9 provinsi, naik.

Jika pada tanggal 13 September, ada penambahan 2.398 kasus baru. Di tanggal 27 September, atau 2 pekan setelahnya, naik menjadi 2.655 kasus.

Pun demikian dengan angka kematian. Naiknya hampir 3 kali lipat. Dari total 47 kasus kematian menjadi 127. Hanya angka kesembuhan yang menggembirakan. Dari 1.548 kasus sembuh, naik menjadi 2.592 kasus.

Jubir Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito juga menyimpulkan hal sama. Namun, dari sisi kasus aktif. Angkanya didapat dari jumlah total kasus Covid-19 dikurangi dengan jumlah pasien sembuh dan meninggal dunia.

Ahli bidang kebijakan kesehatan dan penanggulangan penyakit infeksi itu juga menambahkan 1 provinsi prioritas lagi dalam hitungannya, yakni Banten. Sehingga total menjadi 10 provinsi. Dari 9 provinsi sebelumnya; DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, Kalsel, Sulsel, Bali, Sumut dan Papua.

"Jumlah kasus aktif secara nasional di Indonesia terus mengalami peningkatan," kata Wiku di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (1/10).

Ia merinci, total kasus aktif di 10 provinsi prioritas pada 13 September masih berjumlah 39.271 pasien. Sepekan setelah Luhut ditugaskan, naik menjadi 40.693. Angkanya terus naik pada 27 September, 41.798 kasus aktif.

Luhut pun mengakui. Tapi, politisi Golkar itu malah menyalahkan masyarakat. Dia berkilah, bahwa kasus Corona yang terus naik bukan karena pemerintah yang kembali membuka perekonomian.

"Memang ada tren kenaikan angka penularan di September ini. Tapi ini bukan karena pemerintah kembali membuka ekonomi. Ini karena masyarakat tidak disiplin," tandas Luhut, kemarin sembari menenangkan bahwa 3 bulan lagi Indonesia akan kebagian vaksin.

Sejak awal, epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono sudah menebak bahwa Luhut tidak akan berhasil menurunkan kasus Corona dalam 2 pekan di 9 provinsi yang diminta Jokowi. "Ya, tidak akan berhasil. Dia bukan Superman. Serahkan mandat nya ke presiden," saran Pandu dalam obrolan WhatsApp tadi malam.

Ia mengusulkan agar Presiden Jokowi membuat rencana penanganan pandemi dan pemulihan dampaknya dalam 5 tahun. Ia menyingkatnya dengan sebutan Pelita. Agar pemerintah punya program dan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Karena, dia memprediksi virus yang bermula di Wuhan itu tidak akan lenyap dalam waktu dekat.

Lalu, apakah Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) masih diperlukan? "Bubarkan," tandasnya.

Epidemiolog UI lainnya, Tri Yunis Miko Wahyono masih optimis. Asalkan, Pembatasan Sosial Bersakala Besar (PSBB) total diberlakukan secara serentak. Tidak hanya di Jakarta. Minimal 10 provinsi prioritas. "10 provinsi yang tinggi aja," kata Miko tadi malam.

Selain itu, penanggulangannya juga harus singkron. Semua bergerak ke arah yang sama. "Jangan sampai mengalahkan Covid-19 dengan ekonomi," sentilnya.

Lalu, apa Luhut diberikan penambahan waktu oleh Presiden untuk menurunkan kasus Corona di provinsi prioritas itu?

Jubir Kemenko Marves Jodi Mahardi tidak menjawabnya secara lugas. Ia meyakinkan bahwa pihaknya belum 'patah arang'. 3 strategi andalan Luhut, tetap terus digeber hingga vaksin datang. Pertama, penerapan disiplin protokol kesehatan dan deteksi awal penyebaran Covid-19 (testing dan tracing). Kedua, pembangunan pusat isolasi atau karantina terpusat; dan ketiga, peningkatan manajemen perawatan pasien Covid19.

"Ya ini kan tidak semudah membalikan tangan. Kita ga bisa pastikan kapan pandemi akan berakhir," kata Jodi lewat pesan singkat.