Eks Ketua MK: Omnibus Law UU Ciptaker Bisa Fatal & Dibatalkan

Penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja belum mereda. Buruh, pelajar, mahasiswa dan berbagai kelompok masyarakat yang melakukan protes, masih memilih turun ke jalan. Dari pada mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).


Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva. Foto: Capture video di Twitter

JAKARTA- Undang-Undang ini juga dicurigai berubah setelah diparipurnakan. Antara lain dipicu oleh jumlah halamannya sempat bolak-balik berganti. Mulai dari 1.028 halaman, versi pertama yang diunggah situs resmi DPR. Lalu 905 halaman, 1.052 halaman, 1.035 halaman, dan terakhir 812 halaman

Eks Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, ada peluang Omnibus Law UU Ciptaker dibatalkan seluruhnya oleh MK. Karena apa?

Simak wawancara selengkapnya berikut ini:

  • Apakah masih dibenarkan UU dikoreksi setelah paripurna?

Kalau sepanjang koreksi typo itu gak masalah ya. Itu kadang-kadang bisa terjadi, tapi kalau menyangkut substansi tidak bisa.

Karena Paripurna itu kan keputusan akhir. Dan Paripurna itulah yang diputuskan oleh anggota yang paripurna itu.

  • Ada kecurigaan publik terkait masuknya pasal-pasal seludupan atau perubahan UU setelah paripurna. Ada mekanisme lain untuk memeriksa UU tersebut sebelum diteken oleh Presiden?

Menurut undang-undang dasar tidak ada mekanisme untuk ubah. Karena itu kan, Presiden memberikan surat mandat kepada Menteri untuk memberikan persetujuan di Sidang Paripurna. Maka sama dengan Presiden memberikan persetujuan. Maka tidak ada kemungkinan presiden melakukan perubahan dari hasil Paripurna.

Tanda tangan Presiden (di UU) itu hanya administratif aja. Presiden tanda tangan atau tidak tanda tangan dalam waktu 30 hari otomatis berlaku.

  • Jika kemudian ditemukan substansi UU ini berubah, atau beberapa pasal hilang, apa itu sah atau fatal tidak?

Nah itu fatal. Itu bisa cacat prosedur itu. Karena Paripurna itu kan pengambilan putusan akhir. Pembahasan ada di tingkat 2. (Finalisasi) dari segala proses itu di pembahasan tingkat 2 itu.

Memang ada masalah juga di undang-undang ini.

  • Apa itu?

Kalau saya yang paling prinsipil dalam prosesnya. Undang-undang ini kan didalamnya ada banyak substansi ya. Antara lain yang terpenting adalah yang berkaitan dengan Sumber Daya Alam. Kemudian yang berkaitan dengan hubungan pusat dengan daerah. Kemudian juga mengenai otonomi daerah.

Nah tiga substansi itu menurut undang-undang dasar, pembahasan harus bersama dengan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).

  • Harus bersama DPD?

Iya betul.

  • Itu perintah UUD 1945?

Iya. Pasal 22 D ayat 2. Mengenai DPD. Nah itu sangat fatal menurut saya. Yang lain bisa di apa ya. Tapi ini masalah besar ini.

Perwakilan daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan pemekaran dan penggabungan daerah, sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.

Kalau tidak ikut membahas, DPD ini, Undang-Undang ini jadi soal ini.

  • Bisa jadi celah untuk menang di judicial review ya?

Kan substansinya ada semua dalam Undang-Undang itu.

  • Jika benar DPD tidak dilibatkan dalam pembahasan UU ini, apakah perlu Presiden mempertimbangkan Perppu?

Menurut saya sih, presiden perlu mempertimbangkan itu (Perppu) ya. Ini fatal ya. DPD tidak dilibatkan itu fatal ya. Karena mandatori itu.