Kinerja Menteri dan UU Yang Lolos Di Tengah Pandemi

Belakangan, mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan jadi punya banyak waktu untuk menyalurkan kegemarannya berolahraga. Salah satunya: jalan kaki.

Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan di kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Foto: Instagram

JAKARTA - Ferry, kerap memosting aktivitas jalan kakinya di Instagram. Rata-rata, lokasinya di kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Politisi berdarah Aceh itu, jadi 'jamaah tetap' di sana.

"Dari pagi sampai siang tuh," cerita Ferry, kemarin.

Jarak tempuh jalan kakinya juga tergolong lumayan untuk seusianya. "Ya 4 sampai 5 kilometer lah rata-rata tiap hari," ungkapnya.

Sudah sekitar 3 bulan terakhir, Ferry mengerem tak kemana-mana. Termasuk menyetop rutinitasnya setiap Selasa dan Rabu harus ke luar kota, yakni Bandung.

Ruitinitas kongkow-kongkownya bareng kerabat dan kolega tertunda. Warung kopi tutup. Ternyata, olahraga di GBK, bisa mempertemukan. "Ya sudah, janjian sama temen-temen di GBK aja."

Biasanya, pertemuan dengan kerabat dilakukan setelah beres mengitari kompleks ring-road stadion utama. Dari jam 8 pagi hingga jam 10. "Setelah itu ngobrol-ngobrol saja di GBK. Karena enggak bisa enggak ketemu. Mesti ketemu," ucapnya.

Menurutnya, GBK adalah pilihan yang tepat untuk ketemuan. Selain tempatnya luas, juga bisa sekalian olahraga. "Datang ke kantor enggak enak, di rumah juga enggak enak. Saling enggak enak. Kemana-mana enggak bisa, ya olahraga saja... He-he-he," ujarnya.

Kegemarannya jalan sehat tak sia-sia. Ferry mengaku merasa cukup sehat saat ini. "Karena dengan saya olahraga setiap hari, ya insyaAllah itu membuat daya tahan tubuh terjaga ya. Selama Covid ini, belum ada vaksin, ya olahraga aja dulu," imbuhnya..

Ketika menyinggung bagaimana kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19, Ferry memberikan beberapa catatan penting. Satu, soal roda perekonomian masyarakat. "Perputaran uang terbatas. Itu yang harus dicari cara supaya mereka kegiatan ekonomi bergerak," kata dia.

Pemerintah, kata dia tidak bisa cuma fokus melakukan razia-razia. Negara, kata dia harus hadir memberikan solusi. Bagaimana agar masyarakat tetap sehat, tapi ekonomi juga bergerak. 

Misalnya, di pasar tradisional. Dia menyarankan negara menyiapkan perangkat dan fasilitas yang lengkap untuk menjalankan protokol kesehatan. "Tiap pagi harus ada yang nyiapin masker. Perbanyak fasilitas cuci tangan. Jangan cuma razia. Negara harus hadir. Kalau mereka dibebankan harus menerapkan, ya berat. Menyiapkan masker, disinfektan, hand sanitizer bukan barang murah," kata Ferry.

Selanjutnya soal konsistensi kebijakan. Salah satunya di sektor transportasi. Ketidakkonsistenan pemerintah dalam menerapkan kebijakan, menurutnya berdampak pada semakin abainya masyarakat terhadap setiap kebijakan.

"Misalkan soal aturan angkutan umum. Tadinya kan dilarang sama sekali, lalu mulai dibolehkan 50 persen. Jangan belum berhasil, tiba-tiba dinaikkan menjadi 70 persen. Jadi ada inkonsistensi. Masyarakat melihat, wah ini kesungguhan pemerintah kurang terlihat," nilainya.

Lalu, ia melihat sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten dan kota yang masih kurang. Kebijakan penanganan corona di Jabodetabek saja, contohnya. Meskipun terbagi dalam 3 wilayah administrasi, kebijakannya menurut dia harus satu. "Harusnya ketika PSBB, semua PSBB. Itu yang bikin sedikit kurang lancar," saran dia.

Ferry yang pernah menjadi "anak buah" Presiden Joko Widodo tersenyum, ketika diajak membaca suasana kebatinan mantan bosnya ketika ngomel-ngomel di Sidang Kabinet Paripurna, Kamis (18/7). Apa sebetulnya pesan-pesan penting yang bisa ditangkap?

Yang penting itu, kata dia, para menteri harus fokus mensukseskan visi-misinya presiden. Baik dalam kondisi normal, apalagi dalam kondisi pandemi saat ini. 

"Jangan seolah-olah, ah yang ngurus corona kan Depkes aja, ada Kemensos, saya kan gak ada hubungannya. Jangan begitu. Itu yang saya kira, mungkin pesan kuatnya di sana itu. Tidak merasa menjadi bagian tupoksinya. Itu kan cara berpikir sektoral," ujar Ferry.

Lalam konteks anggaran saja misalnya. Setiap kementerian dan lembaga, saran dia, saat ini harus melakukan evaluasi. Mana program prioritas, mana yang tidak. "Ya sudah, kita usulkan sendiri, oke dengan adanya Covid ini kita bilang, kementerian kami sudah mengevaluasi kita prioritasnya ini, ini, ini, kita hanya butuh ini, yang lain silahkan pakai penanganan Covid. Barangkali seperti itu maksud presiden," tukas Ferry, mencontohkan.

Intinya, koordinasi antar kementerian harus lebih diperkuat lagi saat ini. Lalu, melakukan evaluasi program dan meruntuhkan cara berpikir sektoral di tengah pandemi. "Apa yang menjadi prioritas, paling tidak tahun ini. Terus apa yang bisa ditunda. Penundaan itu kan berkaitan dengan anggaran. Anggaran itu kan bisa dilimpahkan untuk penanganan Covid. Kan bisa begitu harusnya. Mungkin yang saya tangkap begitu keinginan presiden. Jangan ini sudah extra-ordinary, ini masih ordinary saja... He-he-he," tandasnya sambil tersenyum. 

Sosok yang pernah lama duduk di parlemen ini juga membaca keanehan di DPR selama pandemi. Beberapa Undang-undang lolos tanpa perdebatan yang berarti.

Pengalaman dia, perdebatan dalam pembahasan Undang-undang itu selalu menjadi hal yang menarik. Mulai dari pemilihan kata dan istilah, pemuatan sebuah substansi, dan lainnya. "Ini kenapa orang menyayangkan, karena tidak ada pembahasan," imbuhnya.

Karena itu, ia melihat ada semacam keganjilan. "Justru kok politik, dalam tanda kutip ya, menggunakan momentum sedang fokus menghadapi corona ini, kok itu pengesahan Undang-undang tanpa ada pembahasan. Dari dulu pembahasan Undang-undang itu detil kan. Kalau ini gak, tiba-tiba disahkan aja. Itu menurut saya juga harus dipertimbangkan aspek ruang publiknya. Gak boleh diabaikan begitu aja," harap Ferry.

Jika tidak, maka gelombang judicial review Undang-undang yang baru disahkan diperkirakan bakal membanjiri Mahkamah Konstitusi (MK).

"Contohnya kemarin, UU Minerba lah. Undang-undang sestrategis itu, menyangkut kekayaan alam Indonesia, menyangkut eksistensi masyarakat di daerah, tiba-tiba disahkan gitu aja. Hak masyarakat di daerah jadi berkurang. Itu jadi soal," kritiknya.

Dia melihat, anggota DPR saat ini seperti kurang serius dalam mengemban amanah yang sudah diberikan rakyat. "Seperti main-main. Padahal ini mengelola negara," tutup Ferry.