Telegram Kontroversial Akhirnya Tersingkap, Begini Ceritanya Boy
Boy Rafli mengaku, dalam telegram Kapolri tersebut mulanya ia ditunjuk sebagai Pati Densus 88. Tapi kemudian, ia dilantik sebagai Kepala BNPT.
Isu pergantian Kepala BNPT itu mulanya didasarkan pada Surat Telegram Polri Nomor SRT/1377/v/KEP./2020 yang dikeluarkan pada Jumat, 1 Mei 2020 lalu. Surat itu diteken oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.
Penunjukan Kepala BNPT melalui telegram itu sempat menuai kontroversi. Menurut Pengamat dari Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, penunjukan itu melampaui kewenangan karena mengintervensi Presiden Jokowi.
Usai pelantikan, Boy Rafli menduga ada perbedaan pemahaman dari sebagian kalangan terhadap isi telegram tersebut. Ia meyakini, telegram itu sudah sejalan dengan hukum tata negara dan administrasi negara.
"Itu saya pikir sudah ada penjelasan dari Mabes Polri, masalah prosedur itu. Artinya sudah melalui proses yang sejalan," jelas Boy Rafli, usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta Rabu (6/5).
Apalagi, jelas dia, dalam surat itu mulanya ia bukan ditunjuk sebagai Kepala BNPT, akan tetapi sebagai Perwira Tinggi (Pati) Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri. Sehingga, tudingan bahwa Kapolri melampaui kewenangan tidak terbukti.
"Memang, saya kan di dalam telegram Kapolri itu ditugaskan menjadi Pati Densus. Jadi SKEP dari Bapak Kapolri, saya Pati Densus yang akan ditugaskan ke BNPT jadi bukan saya di-SKEP kan menjadi kepala," ujar Boy.
Dengan demikian, lanjut dia, telegram Kapolri itu bukan penunjukan sebagai Kepala BNPT, sebab pengangkatan sebagai Kepala BNPT adalah berdasarkan keputusan Presiden.
"Jadi kalo kita baca detail telegram Kapolri, berdasarkan keputusan kapolri bahwa saya ditugaskan menjadi Pati Densus 88 yang akan ditugaskan ke BNPT jadi bukan diangkat sebagai kepala. Sedangkan kita tahu pengangkatan Kepala BNPT adalah berdasarkan keputusan Presiden," tutupnya.
Irjen Boy Rafli Amar saat disumpah dalam pelantikan sebagai Kepala BNPT di Istana Negara Jakarta, (6/5). Foto: ANTARA/POOL/Akbar Nugroho Gumay |
JAKARTA - Desas-desus pergantian Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akhirnya tersingkap jelas hari ini. Boy Rafli Amar dilantik sebagai Kepala BNPT menggantikan Suhardi Alius.
Isu pergantian Kepala BNPT itu mulanya didasarkan pada Surat Telegram Polri Nomor SRT/1377/v/KEP./2020 yang dikeluarkan pada Jumat, 1 Mei 2020 lalu. Surat itu diteken oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono.
Penunjukan Kepala BNPT melalui telegram itu sempat menuai kontroversi. Menurut Pengamat dari Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, penunjukan itu melampaui kewenangan karena mengintervensi Presiden Jokowi.
Usai pelantikan, Boy Rafli menduga ada perbedaan pemahaman dari sebagian kalangan terhadap isi telegram tersebut. Ia meyakini, telegram itu sudah sejalan dengan hukum tata negara dan administrasi negara.
"Itu saya pikir sudah ada penjelasan dari Mabes Polri, masalah prosedur itu. Artinya sudah melalui proses yang sejalan," jelas Boy Rafli, usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta Rabu (6/5).
Apalagi, jelas dia, dalam surat itu mulanya ia bukan ditunjuk sebagai Kepala BNPT, akan tetapi sebagai Perwira Tinggi (Pati) Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri. Sehingga, tudingan bahwa Kapolri melampaui kewenangan tidak terbukti.
"Memang, saya kan di dalam telegram Kapolri itu ditugaskan menjadi Pati Densus. Jadi SKEP dari Bapak Kapolri, saya Pati Densus yang akan ditugaskan ke BNPT jadi bukan saya di-SKEP kan menjadi kepala," ujar Boy.
Dengan demikian, lanjut dia, telegram Kapolri itu bukan penunjukan sebagai Kepala BNPT, sebab pengangkatan sebagai Kepala BNPT adalah berdasarkan keputusan Presiden.
"Jadi kalo kita baca detail telegram Kapolri, berdasarkan keputusan kapolri bahwa saya ditugaskan menjadi Pati Densus 88 yang akan ditugaskan ke BNPT jadi bukan diangkat sebagai kepala. Sedangkan kita tahu pengangkatan Kepala BNPT adalah berdasarkan keputusan Presiden," tutupnya.