Perkumpulan Pemantau Sawit Gugat Pasal UU P3H ke Mahkamah Konstitusi
Perjuangan keadilan hukum bagi pekebun kecil dan masyarakat adat di hutan
Perkumpulan Pemantau Sawit mengajukan uji materi terhadap Pasal 12A, Pasal 17A, dan Pasal 110B Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H). Pasal-pasal tersebut telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
JAKARTA - Pemohon menyatakan pasal-pasal ini bertentangan dengan UUD 1945, sehingga menimbulkan kerugian konstitusional bagi anggota mereka.
Kuasa hukum Pemohon, Arif Suherman, menyebut ketentuan ini tidak berpihak pada masyarakat rentan di sekitar perkebunan sawit.
“Tidak berpihak pada kelompok masyarakat rentan di perkebunan sawit, dan menimbulkan ketidakadilan bagi pekebun sawit skala kecil, serta upaya mendorong perubahan perkebunan sawit dilakukan dengan mengupayakan perkebunan sawit berkelanjutan yang bebas dari deforestasi yang terhalangi,” ujar kuasa hukum Pemohon, Arif Suherman, dalam sidang pendahuluan Perkara Nomor 181/PUU-XXII/2024 pada Selasa 24 Desrmber 2024 di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagai lembaga yang berdiri sejak 1998, Perkumpulan Pemantau Sawit fokus pada kebijakan sumber daya alam, khususnya sawit, serta dampaknya terhadap ekologi, sosial, dan ekonomi.
Menurut Pemohon, aturan sanksi administratif dalam UU P3H hanya menguntungkan perusahaan besar tanpa memberikan solusi bagi masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan.
Pemohon ingin melindungi petani kecil dan masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan, sehingga mereka mendapatkan keadilan hukum dan perlindungan.
Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah bersama dua anggota panel lainnya. Hakim Daniel Yusmic meminta Pemohon untuk memperkuat legal standing dengan menunjukkan dokumen advokasi sejak organisasi berdiri.
“Kalau soal kajian undang-undang, permohonan, itu kan setiap warga negara juga bisa. Tapi kalau bisa ada dokumen-dokumen yang dilakukan selama sejak berdiri sampai dengan saat ini,” ujar Daniel.
Hakim Ridwan Mansyur menambahkan agar Pemohon menguraikan hubungan pasal yang diuji dengan norma konstitusi secara jelas, khususnya terkait masyarakat adat.
“Kemudian juga terhadap masyarakat adat Saudara juga harus hati-hati menjelaskannya,” ujar Ridwan.
Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas perbaikan, baik softcopy maupun hardcopy, harus diterima Mahkamah paling lambat pada Senin, 6 Januari 2025. Sidang berikutnya akan dilanjutkan setelah semua dokumen diterima.
Dengan uji materi ini, Perkumpulan Pemantau Sawit berharap keadilan bagi pekebun kecil dan masyarakat adat di kawasan hutan dapat ditegakkan.
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Foto: mkri.id |
JAKARTA - Pemohon menyatakan pasal-pasal ini bertentangan dengan UUD 1945, sehingga menimbulkan kerugian konstitusional bagi anggota mereka.
Kuasa hukum Pemohon, Arif Suherman, menyebut ketentuan ini tidak berpihak pada masyarakat rentan di sekitar perkebunan sawit.
“Tidak berpihak pada kelompok masyarakat rentan di perkebunan sawit, dan menimbulkan ketidakadilan bagi pekebun sawit skala kecil, serta upaya mendorong perubahan perkebunan sawit dilakukan dengan mengupayakan perkebunan sawit berkelanjutan yang bebas dari deforestasi yang terhalangi,” ujar kuasa hukum Pemohon, Arif Suherman, dalam sidang pendahuluan Perkara Nomor 181/PUU-XXII/2024 pada Selasa 24 Desrmber 2024 di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagai lembaga yang berdiri sejak 1998, Perkumpulan Pemantau Sawit fokus pada kebijakan sumber daya alam, khususnya sawit, serta dampaknya terhadap ekologi, sosial, dan ekonomi.
Menurut Pemohon, aturan sanksi administratif dalam UU P3H hanya menguntungkan perusahaan besar tanpa memberikan solusi bagi masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan.
Pemohon ingin melindungi petani kecil dan masyarakat adat yang tinggal di kawasan hutan, sehingga mereka mendapatkan keadilan hukum dan perlindungan.
Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah bersama dua anggota panel lainnya. Hakim Daniel Yusmic meminta Pemohon untuk memperkuat legal standing dengan menunjukkan dokumen advokasi sejak organisasi berdiri.
“Kalau soal kajian undang-undang, permohonan, itu kan setiap warga negara juga bisa. Tapi kalau bisa ada dokumen-dokumen yang dilakukan selama sejak berdiri sampai dengan saat ini,” ujar Daniel.
Hakim Ridwan Mansyur menambahkan agar Pemohon menguraikan hubungan pasal yang diuji dengan norma konstitusi secara jelas, khususnya terkait masyarakat adat.
“Kemudian juga terhadap masyarakat adat Saudara juga harus hati-hati menjelaskannya,” ujar Ridwan.
Pemohon diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan. Berkas perbaikan, baik softcopy maupun hardcopy, harus diterima Mahkamah paling lambat pada Senin, 6 Januari 2025. Sidang berikutnya akan dilanjutkan setelah semua dokumen diterima.
Dengan uji materi ini, Perkumpulan Pemantau Sawit berharap keadilan bagi pekebun kecil dan masyarakat adat di kawasan hutan dapat ditegakkan.
Posting Komentar