Menkeu Sri Mulyani: Harga Pertalite Harusnya Rp 14.450, Solar Rp 13.950 dan Pertamax Rp 17.300 Per Liter

Tren harga minyak mentah dunia disebut masih terus naik
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati blak-blakan soal harga asli Bahan Bakar Minyak (BBM) keekonomian dibandingkan harga yang telah disubsidi. Ternyata porsi subsidinya kini sudah cukup besar, mencapai 63 persen.
 
Menteri Keuangan Sri Mulyani. FOTO: MUH/Times.id

JAKARTA - Angka itu bisa terus naik, jika harga minyak mentah dunia dan ICP terus menunjukkan tren kenaikan. Sri Mulyani memproyeksi, hingga akhir tahun harga minyak masih di atas 100 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.

Catatannya, harga minyak yang diterbitkan oleh EIA berada di kisaran di 104,8 dolar AS perbarel. Sementara berdasarkan forecast konsensus harga minyak, kini sudah mencapai 105 dolar AS per barel.

Sedangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 yang sudah dibahas dengan DPR, minyak masih dihargai di angka 100 dolar per barel.

"Hari ini pun kita juga lihat harga minyak juga masih di atas 100 dolar perbarel," kata Sri Mulyani, usai rapat Tindak Lanjut Hasil Rapat Koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait Kebijakan Subsidi BBM, Jumat, 26 Agustus 2022.

Meskipun harga minyak mentah dan ICP terus naik, harga jual eceran (HJE) energi untuk masyarakat hingga saat ini, kata Sri Mulyani tidak berubah. Penyebabnya, tentu krena sudah disubsidi oleh pemerintah. Sehingga harganya jadi lebih rendah dari harga keekonomiannya.

Mantan bos Bank Dunia ini kemudian kasih hitung-hitungan. Ia mencontohkan harga solar yang kini dijual Rp 5.150 per liter.

Jika menggunakan ICP 105 dolar AS dan kurs rupiah Rp14.700 per dolar AS, maka harga solar harusnya di Rp 13.950 per liter. Itu artinya, kata Menkeu, harga jual ke masyarakat hanya 37 persen dari harga aslinya.

"Masyarakat dan seluruh perekonomian mendapatkan subsidi 63 persen dari harga keekonomiannya atau harga riilnya. Itu Rp8.800 per liter," terangnya.

Harga Pertalite juga demikian. Jika merujuk harga keekonomiannya bisa mencapai Rp 14.450 per liter. Sementara yang dijual ke masyarakat hanya Rp 7.650 per liter. Itu artinya harga Pertalite saat ini lebih murah 53 persen dari seharusnya.

Bahkan harga Pertamax pun masih disubsidi. Dari seharusnya dijual dengan harga Rp17.300 per liter, tapi setelah disubdidi berada di angka Rp12.500/liter.

"Jadi bahkan Pertamax sekalipun yang dikonsumsi oleh mobil-mobil yang biasanya bagus, berarti yang pemiliknya juga mampu, itu setiap liternya mereka mendapatkan subsidi Rp 4.800," tandas Menkeu.

LPG juga begitu. Harga jual per kilo Rp4.250 itu kalau tidak disubsidi, maka harus dijual di angka Rp18.500 per kg. Jadi setiap kilogram LPG, konsumen mendapatkan subsidi Rp14.250.

"Jadi kalau setiap kali beli LPG 3kg, kita bayangkan maka mereka mendapatkan Rp42.000 lebih," pungkasnya. ***