Faktor Emosi Akan Loloskan Ferdy Sambo dari Hukuman Mati, Ini Kata Hotman Paris

Hotman meminta Jaksa harus hati-hati dalam menjerat Sambo
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea menarik perhatian publik usai memberi pernyataan perihal kasus meninggalnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Hotman Paris Hutapea (kiri). Foto: Kolase Foto Instagram @hotmanparisofficial

JAKARTA - Hotman menyinggung tentang pasal yang menjerat tersangka utama Irjen Ferdy Sambo. Ia menilai mantan Kadiv Humas Polri itu bisa saja lolos dari pasal dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

"Ini saya baru dengar dalam kasus polisi sekarang. Apakah benar saya nggak tahu, kata istrinya begitu pulang dari Magelang, istri lapor apa yang dialami di Magelang, si Jenderal itu suaminya nangis," ujar Hotman Paris dalam sebuah acara TV.

Hotman melanjutkan, bila benar seperti itu, maka akan dapat mempengaruhi dari segi hukum apabila seseorang menjadi emosi dalam satu kondisi.

"Itu yang saya dengar. Kata saksi di BAP. Kalau itu benar, dari segi hukum akan sangat mempengaruhi," lanjutnya.

Kemudian Hotman memberikan penjelasan terkait pernyataannya tersebut.

"Karena apa? dari keadaan emosi kemudian lanjut dengan peristiwa penembakan. Berarti apa? Emosi spontan, artinya bisa tidak kena pasal 338. Karena bayangkan seorang laki-laki jenderal menangis setelah istrinya mengadu begitu sampai di rumah pribadi," jelas Hotman.

Karena itu, pengacara yang terkenal sering nongkrong di Kopi Johny itu meminta agar para jaksa harus berhati-hati dalam menjerat pasal untuk Ferdy Sambo di persidangan nanti. Karena kubu Sambo bisa saja menyangkal tuduhan pembunuhan berencana yang disangkakan kepadanya.

"Kalau itu benar, maka jaksa harus hati-hati karena pengacara Sambo bisa pakai itu, bahwa ini bukan pembunuhan berencana. Seorang suami yang istrinya digituin, kalau benar ya, langsung menangis, langsung bertindak," terang Hotman.

Seperti diberitakan sebelumnya
, Irjen Ferdy Sambo telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir J di rumah dinasnya.

Ia bersama empat tersangka lainnya dijerat dengan pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, 56 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya maksimal 20 tahun.