Tindak Korupsi dan Potensi Pelanggaran Pada Hak Berketurunan dan Hak Bernegara

Dua hak pokok dalam hak asasi manusia yang berpotensi terancam karena maraknya praktik korupsi adalah hak berketurunan (hifdzun nasl) dan hak untuk bernegara serta berbangsa (hifdzul wathan).
Kultum Anti Korupsi.
Kultum Anti Korupsi. FOTO: IST FOTO: IST

Lalu bagaimana korupsi dalam melanggar kedua hak tersebut?


Korupsi dan Ancaman Terhadap Hak Berketurunan
Islam menjamin kebebasan manusia untuk berkeluarga dan memiliki keturunan, tentunya dengan aturan syariat yang telah ditetapkan.

Dengan begitu, Islam, sebaliknya, juga melarang segala bentuk tindakan atau ekspresi seksual yang mengancam nilai-nilai asali manusia untuk berketurunan.

Islam sendiri menganjurkan umatnya untuk menikah dan berketurunan. Banyak ayat al-Quran yang menegas- kan hal ini. Demikian juga hadis-hadis Nabi Muhammad SAW.

Seperti contoh misalnya, dalam Sunan Abu Dawud dari hadits Ma’qil bin Yasar, ia berkata, “Seorang laki-laki datang menghadap Nabi Muhammad SAW dan berkata, “Aku menyukai seorang wanita yang cantik dan berasal dari keluarga yang baik, hanya saja ia mandul. Apakah boleh saya menikahinya?”

Mendengat pertanyaan tersebut, Rasulullah SAW pun menajwab, “Nikahilah wanita yang penyayang lagi subur, sebab aku berbangga dengan jumlah kalian yang banyak di hadapan umat-umat yang lain.”

Al-Walud artinya wanita subur yang dapat melahirkan banyak anak. Hal ini dapat diketahui dari keluarga dekatnya yang sudah menikah karena sifat genetika menjalar ke seluruh anggota keluarga.

Mengapa menikah dan berketurunan dianjurkan dalam Islam dan oleh Nabi Muhamamd SAW? Karena anak adalah pewaris orang tuanya. Amal ibadah manusia terbatas pada jumlah usianya.

Ketika sudah mati, seorang manusia tidak bisa lagi salat, puasa dan zakat. Tapi pahala akan terus mengalir selama ia punya bekal di dunia, salah satunya adalah keturunan-keturunan yang salih yang menebar kebaikan kepada sesama.

Hak berketurunan yang dimaksud di sini tentu saja tidak hanya terbatas pada jaminan kebebasan untuk memilih pasangan, tapi juga hak untuk dapat mengelola dan merawat rumah tangga.

Seseorang bisa maksimal merawat rumah tangga dan anak-anaknya ketika ia punya pekerjaan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Namun korupsi, dengan segala bentuknya, apalagi yang besar dan dilakukan oleh orang-orang yang punya wewenang dan kebijakan, langsung maupun tidak akan mencegah seseorang dari kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak.

Konsekuensinya apa? Ketika tidak ada cukup nafkah, maka ia juga berpotensi tidak maksimal merawat keluarga dan anak-anaknya.


Korupsi dan Ancaman Terhadap Eksistensi Negara
Tanpa bangsa dan negara sebagai wadahnya, mustahil manusia akan hidup nyaman, tenang dan tenteram.

Maka Islam menjaga jaminan eksistensi bangsa dan negara serta melarang seluruh tindakan makar yang berpotensi melahirkan perpecahan dan kerusakan ukhuwah wathaniyah.

Demikian pula, Islam melarang segala bentuk tindakan dan kezaliman yang berpotensi menghilangkan eksistensi negara, termasuk korupsi.

Ada banyak dalil yang menunjukkan kewajiban kita cinta kepada tanah air dan menjaga sekuat mungkin keberadaannya. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Iama al-Bukhari, Imam Ibn Hibban dan Imam al-Tirmidzi berikut ini:

“Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk memperce- pat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari menegaskan bahwa dalam hadis tersebut menjadi dalil bagi dua perkara; pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.

Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar, Badr Al- Din Al-Aini (wafat 855 H) dalam kitabnya ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan:

“Di dalamnya (hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya.”

Melalui hadis di atas dapatlah disimpulkan bahwa cinta tanah air dan menjaga eksistensinya adalah kewajiban setiap muslim. Dan termasuk dari kewajiban itu adalah menghindari diri dari upaya-upaya yang dapat merugikan negara, salah satunya melalui praktik korupsi.

Indonesian Corruption Watch (ICW) melaporkan bahwa kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 26,83 triliun pada semester 1 2021. Jumlah ini mening- kat 47,63% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 18,17 triliun.

Jadi bisa dibayangkan, dengan kerugian finansial yang terus menanjak, bukannya tidak mungkin suatu saat negara akan mengalami keruntuhan ekonomi. Ketika negara runtuh, maka harga bahan pokok melonjak, masyarakat sulit memenuhi kehidupan dirinya, demikian pula menjalankan agamanya dengan khusyuk dan tenang.