Pastikan Vaksin Halal, DPR Heran Kok Vaksin Kadaluarsa Bisa Diperpanjang Lagi

Sampai sejauh ini, biaya pembelian vaksin sudah mencapai lebih dari Rp 32 Triliun. Angka ini belum termasuk biaya handling dan distribusi vaksin hibah
Dalam logika awam, bagaimana pun vaksin kadaluarsa pastilah memiliki resiko tertentu.

Ilustrasi Vaksin. Foto: Freepik.

JAKARTA- Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk memperhatikan masa kadaluarsa vaksin. Pasalnya, dalam rapat terakhir dengan Kemenkes, Biofarma, dan BPOM minggu lalu, vaksin yang sudah kadaluarsa dilaporkan hingga 19,3 juta dosis.

Tidak hanya itu, diperkirakan bahwa pada bulan April dan awal Mei, vaksin kadaluarsa bisa mencapai 50 juta dosis. Bahkan lebih.

"Anehnya, vaksin kadaluarsa itu diperiksa kembali oleh BPOM. Lalu, diperpanjang masa waktu berlakunya. Yang semestinya sudah kadaluarsa, ada yang diperpanjang dan diperbolehkan untuk disuntikkan lagi," kata Saleh dalam keterangannya, Jumat (29/4).

"Teman-teman komisi IX banyak yang mempertanyakan. Kalau memang bisa diperpanjang, mengapa ada masa kadaluarsa. Dengan perpanjangan itu, definisi kadaluarsa (expired date) menjadi kabur dan tidak jelas?" tanya dia.

Dalam konteks itu, ia meminta Kemenkes tegas menghindari penggunaan vaksin yang sudah kadaluarsa. Harus dipastikan bahwa vaksin yang diberikan ke masyarakat adalah vaksin terbaik dan sesuai ketentuan.

"Dalam logika awam, bagaimana pun vaksin kadaluarsa pastilah memiliki resiko tertentu," sambung Ketua Fraksi PAN ini.

Sejalan dengan itu, Kemenkes juga diminta agar selektif dalam menerima hibah dan membeli vaksin. Karena penerimaan hibah maupun pembelian vaksin menggunakan APBN.

Apalagi anggaran yang digunakan tidak sedikit. Sampai sejauh ini, biaya pembelian vaksin sudah mencapai lebih dari Rp 32 Triliun. Angka ini belum termasuk biaya handling dan distribusi vaksin hibah. Kalau ada yang kadaluarsa dan tidak terpakai, tentu akan ada kerugian negara yang cukup besar.

Saleh juga meminta Kemenkes untuk selektif. Khususnya dalam memilih dan membeli vaksin yang halal.

"Pengadaan vaksin halal ini adalah amanat dari putusan judicial review di MA," tegasnya.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah periode 2010-2014 ini juga mengingatkan agar Kemenkes lebih selektif dalam menerima hibah. Pertama harus dipastikan kehalalannya dan kedua masa kadaluarsanya masih lama.

Apalagi kalau beli. Dengan begitu, kebutuhan pada vaksin halal terpenuhi dan waktu untuk menyuntikkannya cukup. Selain juga semuanya harus didasarkan pada ketentuan pelaksanaan vaksinasi sebagaimana diarahkan oleh para ahli epidemolog dan ITAGI.

"Karena ada putusan MA, sudah semestinya kemenkes tidak menerima hibah vaksin non-halal. Harus tegas dan cepat mengadakan vaksin halal," pungkasnya.