Alasan MAKI Nilai Pasal Pidana Mati Tepat Dikenakan Kepada Mafia Minyak Goreng

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai pasal pidana mati yang dipakai Kejaksaan Agung (Kejagung) sangat tepat. Karena pengaruh dari langkanya minyak goreng beberapa bulan terakhir cukup besar.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman

JAKARTA - Selain membuat masyarakat resah dan chaos, menurut Boyamin mahal dan langkanya migor juga bisa meruntuhkan kepercayaan kepada pemerintah, ekonomi hancur lebur hingga bisa bikin negara bubar.
"Kalau pemerintah gak tanggap dan cepat, misalnya lewat BLT dan segala macam betul-betul bisa meruntuhkan pemerintahan tuh. Harus dipikir sampai ke sana. Sudah pas kalau dikenakan pasal 2 ayat 2," kata Boyamin saat dihubungi tadi malam.

Sosok yang ikut menyetorkan data terduga sindikat mafia migor ke Kejagung ini menilai Presiden Jokowi sudah mengeluarkan berbagai jurus untuk menstabilkan harga minyak goreng,namun belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan. 

Sehingga, langkah hukum bisa menjadi jurus pamungkas untuk membongkar semua biang kerok mahal dan langkanya migor ini.

"Karena kemudian tidak ada perbaikan maka sebenarnya Pak Jokowi mengizinkan penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung ini. Terbukti langsung merespons, Jaksa Agung menyatakan ada tersangka, Pak Jokowi merespons untuk mencari semua yang terlibat. Artinya sudah benar dan kita support penuh lah," lanjutnya.

Di sela-sela kegiatannya membagikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) migor di Pasar Bangkal Baru, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, kemarin, Presiden Jokowi memberikan komando secara lugas dan tegas: usut mafia migor ini hingga tuntas.

“Kemarin dari Kejaksaan Agung sudah menetapkan empat tersangka urusan minyak goreng ini dan saya minta diusut tuntas sehingga kita bisa tahu siapa ini yang bermain ini bisa mengerti,” ucap Presiden Jokowi kepada wartawan, didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, kemarin.

Ia berharap, harga migor bisa segera kembali normal. Meskipun pemerintah telah membagikan BLT migor untuk mengurangi beban masyarakat.

Jokowi menjelaskan, mahal dan langkanya migor di dalam negeri dipicu oleh tingginya harga internasional. Para produsen yang kepingin mengeruk cuan lebih besar pun berupaya menjual migornya ke luar negeri.

“Harga internasional itu tinggi banget, sehingga kecenderungan produsen itu penginnya ekspor memang harganya tinggi di luar,” lanjutnya.

Mantan Wali Kota Solo itu juga menunjukkan ekpresi kecewa karena ia menemukan masih banyak pedagang yang menjual minyak goreng curah di atas HET yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun produsen sudah disubsidi.

“Artinya memang ada permainan,” sesalnya.

Pada Selasa (19/4), Kejagung telah menetapkan 4 tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) minyak sawit mentah dan turunannya periode bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

Satu diantaranya adalah Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardhana. Tiga lainnya; Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, lalu Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG) Stanley MA dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Tagore Sitanggang.

Yang mengejutkan, para tersangka mafia migor ini dikabarkan bakal dijerat dengan pasal hukuman mati. 

Hal itu diamini olehJaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah dan Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Supardi.

"(Dijerat) Pasal 2 atau Pasal 3 UU Tipikor ya," kata, Supardi kepada wartawan, Selasa (19/4).

Asal tahu saja dalam Pasal 2 UU Tipikor, mengatur ancaman pidana seumur hidup. Bahkan di pasal 2 ayat (2) secara tegas disebutkan pidana mati.

"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)," bunyi pasal 2 ayat (1).

"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan," lanjut pasal 2 ayat (2).

Frasa "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku yang korupsi saat negara dalam keadaan bahaya, seperti bencana alam nasional, krisis ekonomi dan moneter hingga pengulangan tindak pidana korupsi.