Hakim Jadi OTT KPK, Peneliti Gak Terkejut Karena Temuan Surveinya Begini...

Peneliti Centra Initiative Erwin Natosmal Oemar mengaku tak terkejut dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) seorang hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya oleh KPK, pagi tadi.


Erwin Natosmal Oemar


JAKARTA - "Sudah banyak survei yang menyatakan bahwa kondisi peradilan kita sudah parah," kata Erwin dalam keterangannya, Kamis (20/1).


Ekspert Rule of Law Index, World Justice Project untuk Indonesia itu mencontohkan hasil servei yang dilakukan lembaganya pada tahun 2021.


"Isu korupsi Indonesia nomor dua paling buncit di Asia Pasifik (14/15). Dilihat lebih dalam, salah satu faktor terendahnya adalah judicial corruption atau korupsi lembaga peradilan," terangnya.


Pegiat anti korupsi yang tengah melanjutkan studi di Italia menyebutkan bahwa masalah korupsi peradilan ini tidak pernah diselesaikan secara tuntas. Padahal dari data KPK terlihat bahwa hakim dan perangkat peradilan merupakan aktor terbanyak menyumbang korupsi peradilan. 


"Namun sampai sekarang belum ada upaya struktur untuk merespon permasalahan ini dengan serius. KY pun tidak bisa masuk karena wewenangnya terbatas hanya mengawasi hakim," lanjut Erwin.


Padahal, jelasnya, ada aktor-aktor lain yang bermain, seperti panitera. "Namun kita tidak pernah serius mengevaluasi problem ini dengan tuntas. Akibatnya reformasi peradilan jalan di tempat," pungkasnya. 


Juru Bicara Mahkamah Agung (MA) Andi Samsan Nganro mengatakan hakim di PN Surabaya yang terjaring OTT KPK itu adalah Itong Isnaeni Hidayat. Anak buah Firli Bahuri itu mendatangi PN Surabaya sekitar pukul 5 pagi WIB.


KPK menyegel ruangan hakim lalu pergi meninggalkan tempat tersebut.

Selain itu, KPK juga mengamankan panitera pengganti atas nama Hamdan.