PAN Puji Langkah Presiden Turunkan Harga PCR, Tapi Usul 4 Opsi Ini...

Ketua Fraksi PAN DPR Saleh Daulay mengapresiasi permintaan presiden untuk menurunkan harga test PCR dan memperpanjang masa berlakunya menjadi 3 x 24 jam.


Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay. Foto: DPR


JAKARTA - Hal tersebut menunjukkan bahwa presiden mendengar keluhan yang ada di tengah masyarakat. Dalam konteks ini, Saleh juga menilai presiden tidak mau membebani masyarakat di masa pandemi saat ini.


"Saya mengapresiasi permintaan presiden Jokowi untuk menurunkan harga tes PCR menjadi 300 ribu," puji Saleh dalam keterangannya, Selasa (26/10).


Tapi, ada tapinya nih... Permintaan menurunkan harga PCR itu dinilai tidak menyelesaikan masalah. Sebab, biaya test PCR dinilai tetap saja akan membebani. 


"Apalagi, yang dibebani adalah para penumpang yang menggunakan transportasi udara. Faktanya, tidak semua orang yang naik pesawat memiliki dana yang berlebih. Masih banyak orang yang merasa berat dengan beban membayar test PCR," sambungnya.


Anggota Komisi Kesehatan DPR ini juga berpandangan akar masalahnya belum tuntas jika tuntutannya hanya menghapus persyaratan test PCR bagi penumpang pesawat dan memperpanjang masa berlakunya.


"Karena orang-orang tetap masih harus merogoh kocek lebih dalam untuk membayar test PCR-nya," kritiknya.


Ia meminta presiden agar mengevaluasi kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat. Sebab, test PCR tersebut dinilai tidak menjamin bahwa semua penumpang tersebut aman dan tidak tertular. 


Bisa saja, kata Saleh, setelah ditest di antara penumpang melakukan kontak erat dengan orang yang terpapar. Akibatnya, bisa terinfeksi dan menularkan di dalam pesawat. 


Menurutnya, orang yang ditest hanya aman pada saat di test dan keluar hasilnya. Setelah itu, belum ada jaminan. Karena bisa saja ada penularan pada masa 3 x 24 jam.


"Betul, test PCR ini bisa meningkatkan kehati-hatian. Tetapi, apakah itu bisa diandalkan secara total? Rasanya tidak. Apalagi, test yang sama tidak diberlakukan bagi penumpang angkutan lainnya," kritiknya lagi.


Sebagai alternatif, pemerintah diminta untuk memilih salah satu dari kebijakan berikut. 


"Pertama, menghapus kewajiban test PCR bagi penumpang pesawat," usul dia.


Aturan ini diyakini akan sangat bermanfaat untuk menaikkan jumlah penumpang pesawat yang belakangan sempat terpuruk. 


Kedua, kalaupun test PCR tetap diberlakukan, maka biayanya diharapkan dapat ditanggulangi pemerintah. Dengan begitu, kebijakan tersebut tidak memberatkan siapa pun. 


"Tentu ini tidak mudah. Karena itu perlu perhitungan yang cermat sehingga tidak membebani anggaran pemerintah," lanjutnya.


Ketiga, memperpanjang masa berlaku hasil test PCR. Kalau perlu, masa berlakunya adalah 7 x 24 jam. 


Meskipun ini tetap membebani para penumpang, tetapi sedikit diringankan sebab hasil test tersebut dapat dipergunakan untuk beberapa kali penerbangan. 


"Dulu masa berlakunya bisa lebih dari seminggu. Kenapa sekarang semakin diperketat? Kalau kasusnya mereda, semestinya masa berlaku hasil PCR pun diperpanjang. Nanti kalau ada kenaikan lagi, bisa dipikirkan untuk memperketat lagi," saran mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.


Atau opsi keempat. Kebijakan test PCR diganti dengan test antigen. Meski tingkat akurasinya lebih rendah dari PCR, namun biaya testingnya jauh lebih rendah. 


"Tujuan testing kan untuk memastikan bahwa semua calon penumpang tidak terpapar. Nah, antigen ini juga bisa digunakan. Hanya saja, tingkat akurasinya sedikit lebih rendah. Banyak juga orang yang test antigen yang dinyatakan positif, lalu dikarantina dan diisolasi. Artinya, testing antigen tetap efektif untuk dipergunakan," pungkasnya. 


***