Hasil Survei, Publik dan Para Elite Tolak Amendemen UUD 1945

Kisruh amendemen UUD 1945 terus mencuat. Namun, hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) terlihat, mayoritas publik dan para elite menganggap amendemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 belum perlu dilakukan.

Direktur Eksekutif IPI Burhanuddin Muhtadi . Foto: IST

JAKARTA - D
alam pemaparan survei di agenda Partai Nasdem, Rabu 13 Oktober 2021, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi mencatat, ada 55% responden dari kalangan publik menilai belum saatnya amendemen dilakukan. Sementara, hanya 18,8% menyatakan amendemen perlu. Dan sisa 26,2% yang tidak merespon.

Bahkan, jika ditinjau dari kalangan elite, 69% responden tercatat belum saatnya UUD 1945 diamendemen. Lalu, ada 28,1% menyatakan perlu, serta 2,9% tidak memberikan jawaban.

"Di kalangan elite yang mengatakan perlu diamandemen sedikit. Bahkan mayoritas elite alias 70% bilang belum saatnya diubah. Elite lebih konklusif bilang belum saatnya dilakukan amendemen," ungkap Burhan.

Hasil diatas terungkap dalam hasil survei IPI yang dilakukan pada tanggal 1 hingga 30 September 2021 lalu, dengan melibatkan responden publik berusia 17 tahun atau lebih sebanyak 1.220 jiwa.

Metode survei menggunakan simple random sampling dengan toleransi kesalahan 2,9% dan tingkat kepercayaan 95%. Survei tersebut juga melibatkan 313 pemuka opini nasional dan daerah, serta elite dari 16 wilayah di Indonesia.

Burhan menyampaikan alasan mayoritas publik atau sekitar 24.9% yang menolak UUD 1945 di amendemen, karena sudah sesuai dengan kondisi saat ini. Berbeda dengan para elite, 27,8% mereka menolak dengan alasan belum ada hal yang mendesak untuk melakukan amandemen.

Burhan juga mengatakan, bahwa kebanyakan Publik menilai amandemen tersebut harus mendapat persetujuan rakyat sebesar 28.3 persen.

"Jadi, ada 25,7% publik yang meminta pemerintah membentuk tim khusus, didalamnya berisikan para ahli dan tokoh masyarakat untuk mengkaji apa yang perlu diamandemenkan," kata dia.

Selain itu, Burhanuddin menjelaskan soal kebanyakan elite dan publik yang beranggapan perubahan UUD 1945 seyogyanya dilakukan terhadap pasal/aturan tertentu sesuai kebutuhan.

"Elite yang memilih pilihan ini sebesar 49,5%, sementara publik yang memilih ini sebesar 46,5 persen," jelasnya.

Sebagaimana diketahui, amendemen UUD 1945 merupakan wacana yang kembali disuarakan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo dan mendapatkan respons positif dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Tahunan MPR pada 16 Agustus 2021 lalu.

Akan tetapi, wacana itu mendapatkan sorotan tajam oleh publik, karena ada dugaan yang akan mengubah masa jabatan maksimal presiden dari dua menjadi tiga periode.