Demokrat Sebut Mahfud Ngawur Soal Obral Tanah Era SBY

Partai Demokrat meminta agar Menko Polhukam Mahfud Md bicara berlandaskan data, soal pengalihan tanah di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).


Irwan, anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat. Sumber: IST

JAKARTA - Adalah Irwan yang menyerukan itu. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat ini meminta Mahfud tidak membuat pernyataan ngawur dan tidak berdasar fakta.

Doktor Ilmu Kehutanan itu menilai Mahfud tidak bisa membedakan antara hak pengusahaan hutan (HPH) dengan hak guna usaha (HGU)

"HPH itu ijinnya di kawasan hutan," kata Irwan, dalam keterangannya Senin (7/6).

Jadi, lanjut Irwan, HPH bukan penguasaan atas tanah di Areal Penggunaan Lain (APL). Akan tetapi hanya hak untuk mengusahakan hutan atau memanfaatkan potensi kayu di dalam kawasan hutan. 

"Makanya, sangat aneh bicara pengalihan tanah saat pemerintahan bapak SBY kepada asing, tapi bicaranya HPH," sentilnya.

Dia menjelaskan, bahwa hak untuk mengusahakan tanah itu adalah HGU. Sementara HPH adalah izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu hutan alam atau disebut juga IUPHHK-HA. "Tanahnya tidak menjadi hak pemegang izin. Jadi, sangat jelas bedanya," tegas Irwan.

Wasekjen DPP Demokrat menyarakan kan agar Mahfud sebaiknya berhenti menyalahkan pemerintah sebelumnya. Selain hanya mempermalukan dirinya sebagai pejabat negara, tapi juga mempermalukan atasannya sendiri yaitu presiden Jokowi. 

"Kan jadinya seperti pemerintahan ini tidak bisa kerja, tapi bisanya hanya mencari kesalahan pemerintah sebelumnya," cibir dia.

Sebelumnya, Mahfud menuding pengalihan tanah atau lahan ke asing itu paling banyak terjadi di era SBY. Pernyataan tersebut menanggapi tudingan yang menyebutkan 70 persen tanah negara disebut dikuasai oleh asing. Hanya 30 persen tanah yang dikuasai oleh negara.

"Nah sekarang kita buka data siapa yang ngobral-ngobral tanah itu? kita ini cuma kebagian limbahnya. Pada zaman Pak Jokowi pemberian HPH atau pemberian tanah pada zaman pemerintahan kami ini itu nggak ada itu," kata Mahfud saat menjadi pembicara dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada pada Sabtu (5/6) lalu.

Mahfud menyebutkan, pengobralan tanah paling banyak terjadi dalam kurun waktu tahun 2004-2014, yakni ketika periode Presiden SBY. Ada jutaan hektar tanah HPH diobral ke asing.

"Itu belasan juta hektar dikeluarkan. Nah zaman Pak Jokowi itu hanya meneruskan karena sudah ada komitmen dari pemerintahan yang sebelumnya dan tidak boleh ditolak harus dilanjutkan," ujarnya. (*)