Indonesia Jajaki Megaproyek Mangrove dengan UEA

Program padat karya rehabilitasi mangrove yang dicanangkan pemerintah, efektif memulihkan ekonomi masyarakat. Untuk kelanjutannya, Indonesia menjajaki kerja sama dengan Persatuan Emirat Arab (PEA) atau UEA.


Delegasi Indonesia yang terdiri dari perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) melakukan pertemuan bilateral dengan Kementerian Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup atau Ministry of Climate Change and Environment (MOCCAE) Persatuan Emirat Arab (PEA). Foto: IST

DUBAI- Penjajakan kerja sama itu dilakukan dalam pertemuan dengan PEA yang diselenggarakan di Dubai pada tanggal 26 – 28 Oktober 2020. Delegasi Republik Indonesia (Delri) terdiri dari perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves).

Ditargetkan, melalui kerja sama ini, ada 600 ribu hektare lahan mangrove yang akan direhabilitasi dalam kurun waktu 4 tahun ke depan.

Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K) KKP Muhammad Yusuf mengatakan kerja sama tersebut diwujudkan dalam Memorandum Saling Pengertian (MSP) dengan Kementerian Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup atau Ministry of Climate Change and Environment (MOCCAE) PEA.

Salah satu Delri dalam pertemuan tersebut, Yusuf merinci sejumlah bidang kerja sama yang disepakati. Antara lain pengelolaan dan pemulihan mangrove, penelitian bersama dan peningkatan kapasitas peneliti dan masyarakat.

MOCCAE, sebutnya menyambut baik counter draft yang disampaikan oleh Delri. "Kita meminta waktu satu minggu untuk mendapatkan telaah dan persetujuan dari Biro Hukum MOCCAE” ujar Muhammad Yusuf dalam keterangan tertulis kepada redaksi Senin (9/11).

Dalam kesempatan itu, Delri juga bertemu dengan Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup PEA, Dr Abdullah bin Mohammed Belhaif Al Nuaimi. Pihak MOCCAE, sebutnya menyambut baik dan memberikan apresiasi terhadap potensi sumber daya alam Indonesia.

"Mereka berharap hubungan dekat yang terjalin antara PEA dan Indonesia dapat terus berjalan dengan baik," sambungnya..

Kepada PEA, kata Yusuf, Indonesia yang mengusulkan pengembangan mega proyek rehabilitasi mangrove seluas minimal 10.000 hektare mangrove. Proyek yang akan dikerjaan dalam kurun waktu 4 tahun itu diusulkan dengan nama Khalifa bin Zayed Mangrove Park di salah satu area yang akan direhabilitasi bersama antara Indonesia dan PEA. “Menteri Abdullah menyambut baik usulan ini,” tambah Yusuf.

Kedua negara, sebutnya sepakat untuk segera melaksanakan penandatanganan MoU, baik secara virtual ataupun dengan prosedur lainnya dengan tanggal yang akan ditentukan kemudian.

Di PEA, delegasi Indonesia berkesempatan mengujungi area konservasi Al-Zawra seluas 2.200 hektar. Area ini memiliki spesies tunggal Avicenia marina (grey mangrove) yang dimanfaatkan sebagai eco-tourism (kayaking mangrove), sekaligus berfungsi sebagai penyerap karbon yang dapat mengurangi laju emisi gas rumah kaca.

Delegasi juga meninjau Pusat Riset Kelautan di Umm Al Quwain yang didukung fasilitas laboratorium di kawasan pengembangan mangrove.

Kunjungan bilateral itu ditandai dengan melakukan penanaman mangrove. Sebagai tanda mata dan dukungan Pemerintah Indonesia dalam kerja sama pengembangan mangrove antara kedua negara.

Sementara itu, Deputi Bidang Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenkomarves Nani Hendiarti yang bertindak sebagai Ketua Delri mengusulkan kegiatan yang dapat dilakukan pada masa pandemi ini adalah penanaman spesies mangrove dari Indonesia di PEA.

Delri lainnya yang turut hadir adalah Asisten Deputi Perubahan Iklim dan Kebencanaan Kemenkomarves Kus Prisetiahadi, Kepala Bidang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yenung Secasari dan Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir Ahli Muda Ditjen Pengelolaan Ruang Laut KKP Andhika Anjaresta.