Simak 10 Perkara Ini Dihentikan Kejagung Cukup dengan Minta Maaf Doang, Begini Penyelesaiannya
Syaratnya, pelaku belum pernah dihukum dan sudah saling memaafkan
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Fadil Zumhana, kembali menyetujui 10 permohonan penghentian penuntutan perkara. Penyelesaian kasusnya berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Fadil Zumhana. Foto: Puspenkum Kejagung |
JAKARTA - Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice.
"Adapun 10 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana seperti dilansir InfoPublik, Selasa 6 September 2022.
Alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Kemudian telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka juga telah berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian pun dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
Selanjutnya, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Termasuk pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif.
Adapun 10 berkas perkara yang dihentikan yakni:
1. Tersangka Aldo alias Pangeran bin Kasin (alm) dari Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
2. Tersangka Nasrul alias Calu bin Amin Tjedda dari Kejaksaan Negeri Pinrang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
3. Tersangka Saliyanto bin Damin dari Kejaksaan Negeri Kebumen yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian
4. Tersangka Sugiman bin Siswandi Soleh dari Kejaksaan Negeri Kebumen yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian
5. Tersangka Saleh Harahap alias Aleket dari Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
6. Tersangka Rani Turnip dari Kejaksaan Negeri Asahan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
7. Tersangka Azkia alias Sinyek bin Samsul Bahri dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
8. Tersangka Jumaidin Rahadhiansyah Manik bin Mayasari Manik dari Kejaksaan Negeri Aceh Singkil yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
9. Tersangka Sudirman bin Kartasengari dari Kejaksaan Negeri Bireun yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
10. Tersangka Ramli bin Muhammad Tahir dari Kejaksaan Negeri Subulussalam yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 tentang Pengancaman
Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif
Hal ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
"Adapun 10 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana seperti dilansir InfoPublik, Selasa 6 September 2022.
Alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Kemudian telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka juga telah berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian pun dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
Selanjutnya, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Termasuk pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif.
Adapun 10 berkas perkara yang dihentikan yakni:
1. Tersangka Aldo alias Pangeran bin Kasin (alm) dari Kejaksaan Negeri Tanjung Pinang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) jo. Pasal 5 huruf a UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
2. Tersangka Nasrul alias Calu bin Amin Tjedda dari Kejaksaan Negeri Pinrang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
3. Tersangka Saliyanto bin Damin dari Kejaksaan Negeri Kebumen yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian
4. Tersangka Sugiman bin Siswandi Soleh dari Kejaksaan Negeri Kebumen yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian
5. Tersangka Saleh Harahap alias Aleket dari Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
6. Tersangka Rani Turnip dari Kejaksaan Negeri Asahan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
7. Tersangka Azkia alias Sinyek bin Samsul Bahri dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
8. Tersangka Jumaidin Rahadhiansyah Manik bin Mayasari Manik dari Kejaksaan Negeri Aceh Singkil yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
9. Tersangka Sudirman bin Kartasengari dari Kejaksaan Negeri Bireun yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
10. Tersangka Ramli bin Muhammad Tahir dari Kejaksaan Negeri Subulussalam yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 tentang Pengancaman
Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif
Hal ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Posting Komentar