Gerak Pengemplang Makin Sempit, 11 Negara Teken Deklarasi Bali Sepakat Tukeran Informasi Pajak

Gerak pengemplang pajak, agaknya makin sulit. Pasalnya, sebanyak 11 negara sepakat menandatangani Deklarasi Bali yang memuat tentang transparansi dan pertukaran informasi pajak, di Nusa Dua Bali, Kamis (14/7).

Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Secretary General of the Organisation for Economic Co-operation and Development Mathias Cormann saat penandatangan Deklarasi Bali, Nusa Dua, Bali, 14 Juli 2022

BALI - Deklarasi itu disepakati usai pertemuan level menteri Asia initiative yang dihadiri langsung oleh Menteri Keuangan, pimpinan otoritas pajak dan perwakilan beberapa delegasi yurisdiksi Asia serta organisasi internasional sebagai patner Asia Initiative.

Agenda pertama pertemuan tingkat menteri membahas tantangan dan manfaat dari implementasi standar pertukaran informasi (exchange of information/EOI) serta keterbukaan untuk tujuan perpajakan (tax transparency).

Selain itu dibahas pula mengenai dukungan yang akan diberikan oleh Asia Initiative, Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum) dan organisasi patner dalam mendorong yurisdiksi-yurisdiksi di Asia untuk mengimplementasikan EOI dan tax transparency.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani sebagai Chair pada ministerial meeting mengatakan manfaat yang diterima dari implementasi EOI dan tax transparency sangat besar. Namun tantangan yang dihadapi untuk mengimplementasikannya juga besar.

"Oleh karena itu, diperlukan komitmen dan dukungan politik dari pimpinan yurisdiksi sebagai sinyal untuk mau bergabung dalam kerjasama transparansi global untuk melawan penghindaran pajak (tax evasion) dan aliran dana ilegal (illicit financial flows)," kata Sri Mulyani, kemarin.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan dukungan dari level atas telah didapatkan, langkah selanjutnya adalah memberikan dukungan teknis untuk implementasi standar EOI dan tax transparency yang akan berbeda-beda tergantung dari kesiapan setiap yurisdiksi.

Peran Asia Initiative sebutnya sangat krusial dalam mengakselerasi agenda tax transparency dan implementasi EOI di kawasan Asia. Penandatanganan Deklarasi Bali merupakan perwujudan dukungan politik dari pemimpin yurisdiksi Asia dalam pembentukan Asia Initiative dan akselerasi agenda tax transparency di kawasan Asia.

Deklarasi Bali ditanda-tangani oleh 11 yurisdiksi yaitu Brunei Darussalam, Hong Kong (SAR), India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Macau (SAR), Malaysia, Maladewa, Singapura, dan Thailand. Dalam penandatanganan tersebut, selain Menteri Keuangan Indonesia, Menteri Keuangan dari India, Jepang dan Singapura turut hadir secara langsung untuk menandatangani Bali Declaration.

Sedangkan organisasi/lembaga internasional yang menjadi partner dari Asia Initiative adalah Asian Development Bank (ADB), International Finance Corporation (IFC), Study Group on Asia-Pacific Tax Administration and Research (SGATAR) serta World Bank.

Pada Plenary Meeting of the Global Forum bulan November 2021, Sri Mulyani memberikan dukungan atas rencana pembentukan Asia Initiative. Sebagai kelanjutan, pada 16 Februari 2022, dilaksanakan pertemuan Asia Initiative yang pertama di Jakarta secara hybrid dan dihadiri oleh perwakilan pimpinan otoritas pajak dari yurisdiksi Asia.

Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo menjadi chair dalam pertemuan tersebut dan memimpin pembahasan tentang tata kelola pembentukan Asia Initiative.

Rangkaian acara penandatanganan Bali Declaration ditutup dengan penyampaian kesimpulan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Sekretaris Jenderal OECD, Mathias Cormann.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa Asia Initiative diharapkan dapat menjadi platform bagi yurisdiksi kawasan Asia untuk saling bertukar pengetahuan, pengalaman serta keahlian terkait dengan implementasi tax transparency dan implementasi EOI.

Pada akhirnya diharapkan Asia Initiative dapat mendorong perwujudan tax transparency secara global yang inklusif. Mathias Cormann, Sekretaris Jenderal OECD menyampaikan bahwa Asia Inisiatif ini akan memperkuat komitmen politik, menentukan prioritas regional, dan solusi khusus yang sesuai dengan tantangan di kawasan Asia. Model ini telah sukses sebelumnya di Afrika dan Amerika Latin.