Tidak Korupsi Juga Ibadah, Pahalanya Bisa Jauh Lebih Besar daripada Salat Sunnah!

Pasca-perang Badar, Nabi Muhammad SAW ditanya oleh seorang sahabat; “Apakah ada perang yang lebih besar dibanding Perang Badar wahai Rasulullah?”

ILUSTRASI KULTUM ANTIKORUPSI

Nabi menjawab: “Ada. Yaitu perang melawan hawa nafsu”.

Bulan Ramadhan... Bulan ampunan dan kasih sayang Allah... Sejatinya adalah medan pertempuran, tempat kita dipertarungkan dengan diri kita sendiri. Dengan berpuasa, kita dilatih untuk mengekang syahwat dan melawan pengaruh setan. 

Dengan berpuasa dan banyak meningkatkan ibadah, kita dilatih untuk sedikit demi se- dikit mengikis keburukan yang bercokol dalam diri kita sekaligus sedikit demi sedikit menumbuhkan benih- benih kebaikan dan kebijaksanaan. 

Maka Ramadhan, pada hakikatnya bukan hanya ajang untuk meningkatkan ibadah ritual yang sifatnya personal, tapi juga menjadi media latihan untuk mempertajam kepekaan sosial kita terhadap masalah orang lain maupun alam semesta.

Iman dan takwa dengan demikian, tidak hanya akan menjadikan seseorang rajin salat dan berpuasa. Tapi iman dan takwa juga menggerakkan pemiliknya untuk bersedekah kepada orang lain yang membutuhkan, selalu menyuguhkan senyum dan tutur kata yang baik kepada setiap orang yang ditemuinya, dan juga melahirkan kepedulian serta motivasi untuk menjaga alam dari segala bentuk pengerusakan.

Sekali lagi kalau kita bertanya, apa sebenarnya buah dari iman dan takwa? Jawabannya adalah tumbuhnya rasa cinta kasih dan sayang terhadap orang lain, baik yang muslim maupun yang non muslim, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. 

Sebaliknya, jika Islam dan Iman yang seseorang miliki melahirkan teror dan kebencian, maka sejatinya ia bukanlah iman, tapi fatamorgana bikinan setan.

Dalam banyak riwayat, Nabi Muhammad SAW sering kali bersabda mengenai iman sekaligus menyebutkan ciri-cirinya. Beliau sering menggunakan kata “la yu’minu” atau “man kana yu’minu” serta kalimat-kalimat lain yang berkaitan dengan keimanan.

Dalam sebuah hadis misalnya, Rasulullah bersabda; 
“Seseorang tidak dikatakan beriman sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”

Nabi juga pernah bersabda, “man kana yu’minu billahi bal yaumil akhir, fa-l-yukrim jarahu." Artinya, barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, maka muliakanlah tetangganya.

Di kesempatan lain, Nabi juga bersabda, “man kana yu’minu billahi wal yaumil akhir, fal yaqul khairan aw liyashmut." Artinya, barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, maka berkata-katalah yang baik atau diam.

Tiga hadis yang disampaikan oleh Nabi ini menunjukkan kepada kita bahwa buah dari iman tak lain dan tak bukan adalah tingkah laku yang baik dan ahlak yang mulia.

Memuliakan tetangga, adalah ciri orang beriman dan bertakwa. Karena tetangga adalah orang yang paling dekat dengan rumah kita. Kalau ada masalah dan musibah, yang pertama kali tahu dan bisa membantu adalah tetangga. 

Nabi juga bersabda, ciri orang yang beriman adalah kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu berfaidah, memberikan kesejukan kepada orang yang mendengarnya dan tidak mengandung umpatan ataupun caci maki. 

Jika tidak perlu, dia akan diam. Kata-kata adalah media komunikasi sosial. Kalau kata-kata kita baik dan lembut, orang lain akan nyaman dan bahagia. Sebaliknya, kalau kata-kata kita kurang baik, orang lain mungkin bisa tersakiti. 

Menjaga kata-kata adalah menjaga keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga maupun lingkungan masyarakat yang lebih luas.

Ketika ibadah sosial yang ditujukan untuk kebaikan manusia diperintahkan oleh Islam dan dianggap ibadah, maka melakukan sebaliknya juga dianggap sebagai dosa. 

Maka menghindarkan diri dan menjauhkan diri dari praktik korupsi, adalah tindakan ibadah yang bernilai pahala besar di sisi Allah SWT. Bahkan, karena nilai kemaslahatan yang dipertaruhkannya lebih besar, bersikap jujur dan menolak untuk korupsi berpahala lebih besar dibanding salat sunnah.