Terpidana Korupsi Perkarakan Kurator, Kuasa Hukum Minta Kasus Tak Mengambang
Kuasa hukum dari tiga ex-pengurus dalam PKPU PT Kasih Industri Indonesia dan Eka Wahyu Kasih menduga laporan penyidik Bareskrim yang dituduhkan terhadap klien-nya sarat dengan iktikad buruk dari pelapor dalam proses PKPU terdahulu.
Petrus Balla Pattyona. FOTO: IST |
JAKARTA - Dugaan ini menguat setelah mengetahui pelapor terhadap klien-nya yang tidak lain adalah debitur Eka Wahyu Kasih (EWK) yang telah dieksekusi oleh tim Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, terkait kasus korupsi anjak - beli piutang (factoring) antara PT Kasih Industri Indonesia dan PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (persero) yang dilansir dari detik.com Selasa (28/12) lalu.
Pengacara ketiga eks-tim pengurus Delight Chyril, Ranto P. Simanjuntak dan Astro Girsang yaitu Petrus Balla Pattyona menjelaskan dari awal memang EWK (debitor pailit) sudah tidak punya niat baik, berawal tim kurator melakukan verifikasi tagihan terkait perkara PKPU PT Patragas dan PT Humpuss Trading.
Namun Eka disebut tidak pernah mengirimkan konfirmasi kebenaran mengenai tagihan data-data dan jumlah tagihan. Walau ketiga kurator sudah meminta tanggapan tagihan namun tidak pernah ada klarifikasi hingga waktu yang diberikan. Malah pihaknya menggunakan tangan kepolisian untuk membuat laporan pidana dengan tuduhan para kurator menggelembungkan tagihan.
"Padahal ketiga kurator menerima jumlah tagihan itu semuanya dari kreditur dan hakim hanya mencatatkan tagihan sementara senilai 1,1 triliun ditingkat PKPU, ketika semua diproses tiba-tiba ketiga kurator dilaporkan ke Bareskrim dengan tuduhan menerima tagihan dari debitur dan melakukan penggelembungan tagihan, padahal dia sendiri tidak memberikan verifikasi," jelas Petrus Pattyona melalui surat elektronik, Senin (10/1).
Ketiga kurator akhirnya diperiksa jadi saksi namun kuasa hukum Petrus Pattyona menduga pihak penyidik Bareskrim sangat berpihak kepada pelapor agar tidak dipailitkan.
"Sebagai kurator soal keputusan pailit atau damai hanya mengikuti hasil rapat kreditur dan debitur, sebelumnya memang ada kesepakatan diantara pengurus agar PT Kasih Industri Indonesia diusahakan tidak pailit dan ditanda tangan oleh dua orang pengurus, namun kemudian pada sidang voting ketiga pungurus karena menilai Eka Wahyu Kasih tetap tidak punya itikad baik akhirnya semua kreditur menolak perdamaian," ungkap Petrus.
Sejak PT Kasih Industri Indonesia dinyatakan pailit ketiga kurator dicari dan dijemput paksa oleh penyidik, sebuah upaya agar kurator tidak menghadiri sidang rapat permusyawaratan majelis (sidang RPM) dengan agenda pengesahan keputusan pailit, ini terbukti pada sidang pada 16 Juli 2021.
Meskipun penyidik berupaya menjemput ketiga kurator, majelis hakim mengambil sikap untuk tetap melanjutkan persidangan, melalui zoom dengan para kurator yang harus menjalankan persidangan di dalam mobil karena dihalangi oleh penyidik di depan pintu masuk pengadilan Jakarta Pusat.
Pada saat itu majelis hakim dalam sidang putusan menyatakan pailit PT Kasih Industri Indonesia dan sekaligus memutuskan juga Insolvent dalam putusannya.
"Akhirnya hakim membacakan putusan dan menghadirkan pihak kurator melalui virtual dan menyimpulkan mempailitkan PT Kasih Industri Indonesia," sebut Petrus.
Pada saat kurator tidak diizinkan masuk ruang sidang oleh petugas alasannya telah membawa surat untuk menjemput paksa ketiga kurator, kuasa hukum yang juga berada di kantor pengadilan menanyakan alasan petugas tidak mengizinkan kurator masuk dan para penyidik mengatakan statusnya sudah terdakwa, namun ketika diminta surat panggilannya ternyata disana tertulis tidak sebagai tersangka.
Setelah pembacaan putusan hakim PT Kasih Industri Indonesia sudah pailit, pihak kuasa hukum meminta kepada penyidik Bareskrim segala tindakan Eka Wahyu Kasih sudah tidak berlaku lagi, kemudian dibuat konsep perdamaian dengan pihak debitur pailit syaratnya ketiga kurator mengundurkan diri dan mengusulkan kurator pengganti dan dari pihak pengurus meminta agar perkara dihentikan dan surat perdamain ditandatangani.
"Pihak ketiga kurator sudah memenuhi semua yang menjadi kesepakatan perdamaian, namun pihak Wahyu seharusnya sudah mencabut laporan tapi ternyata tidak dilakulan, perkara ini ngambang sampai sekarang, sekali lagi disini terbukti Wahyu tidak memiliki itikad baik," katanya.
Oleh karena sekarang Eka Wahyu Kasih sudah terpidana dalam kasus lain, ia mempertanyakan bagaimana restoratif active justice yang dilakukan oleh penyidik Bareskrim.
"Kalau sudah ada itikad baik pihak kurator dalam penyelesaian perdamaian yang ditanda tangani bersama kok penyidik Bareskrim masih berpihak kepada pihak terpidana? Dimana tindak pidananya saya baca sebesar 55 miliar kepada sebuah BUMN, sebab itu saya melihat Eka Wahyu Kasih ini memang tidak memiliki itikad baik sejak awal perkara ini begini panjang namun tidak dihentikan, artinya dia manfaatkan atau bagaimanalah beri keterangan tidak benar sehingga penyidik Bareskrim lebih percaya kepada dia, dan disini kita ingin bertanya, kenapa penyidik Bareskrim lebih berpihak kepada orang yang bermasalah?" tegas Petrus.
Ia mengaku sudah mengirim surat kepada Bareskrim agar kasus ini dihentikan. Jika tidak dihentikan, ia mempertanyakan bagaimana Kapolri mensukseskan program presisi, jika sampai sekarang perkaranya mengambang.
"Dalam hal ini sekali lagi kami meminta agar perkara ini dihentikan karena para kurator sudah melaksanakan semua kewajiban butir-butir perjanjian dalam kesepakatan perdamaian," harapnya.
Seharusnya, kata dia, Eka Kasih sudah mencabut perkara ini. Tapi tanpa dicabutpun, menurutnya penyidik Bareskrim bisa menggunakan restorasi justice dan seharusnya sudah gugur.
"Gugurnya begini, dari legal standingnya dia sudah pailit, segala tindakan seseorang yang sudah pailit perbuatan hukum hanya dapat dilakukan oleh kurator dan sekarang dia sudah terpidana maaf nih itikad baiknya sudah tidak ada," pungkas Petrus.
Posting Komentar