Luhut di COP26 Glasglow: Target Net Zero Emission Indonesia Tahun 2060

Menko Luhut menyebutkan bahwa Indonesia berupaya untuk meningkatkan target net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Hal ini dia sampaikan dalam Talkshow Blue Carbon to Strengthen Climate Change and Coastal Resilience di Paviliun Indonesia dalam rangkaian agenda COP 26 UNFCCC di Glasgow, Skotlandia, UK, Selasa malam (2/11).

 

GLASGOW  - Dalam mencapai target tersebut, beberapa sektor yang dapat mendukung pencapaian net zero emission adalah dari sektor hutan dan penggunaan lahan (FOLU), termasuk mangrove dan lahan gambut.

 

“Sektor FOLU akan mendukung tercapainya penurunan emisi nasional atau net sink (penyerapan bersih) karbon pada tahun 2030. Pemetaan dan pemanfaatan ekosistem blue carbon diharapkan dapat menurunkan suhu pada tahun 2050,” ungkap Menko Luhut.

 

Dia juga menyampaikan bahwa dalam rangka COP 26 UNFCCC di Glasgow, seluruh pihak akan berdiskusi mengenai perubahan iklim secara global untuk menjaga iklim global agar tetap pada suhu di bawah 2 derajat sesuai anjuran Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

 

“Saat ini, secara global kita sudah melampaui 1 derajat celcius dan IPCC telah memperingatkan bahwa suhu global perlu dijaga agar tidak melebihi dari 1,5 derajat celcius,” terang Menko Luhut.

 

Di samping itu, Indonesia telah menyerahkan dokumen Updated Nationally Determined Contribution/NDC (kontribusi yang ditetapkan secara nasional) dan strategi jangka panjang untuk ketahanan karbon dan iklim 2050 terbaru kepada sekretariat UNFCCC. Dokumen Updated NDC yang telah diperbarui juga membahas aspek baru, termasuk soal laut.

 

Berdasarkan SDG's, dokumen NDC diharapkan dapat menemukan solusi secara cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya, seperti menciptakan energi baru yang terjangkau, berguna, dan terbarukan yang berkelanjutan dari samudera, laut, serta sumber daya kelautan.

 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Menko Luhut menyampaikan bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki kekayaan alam yang melimpah beserta keanekaragaman hayati laut yang sangat besar.

 

“Kami memiliki ekosistem blue carbon pesisir terbesar yang meliputi mangrove dan padang lamun, serta terumbu karang. Ekosistem blue carbon Indonesia menyimpan sekitar 75%-80% dari jumlah karbon dunia yang berarti bahwa kita memiliki potensi ekonomi dari ekosistem pesisir yang ada di sekitar kita,” imbuhnya.

 

Menurut Menko Luhut, Indonesia telah melakukan berbagai upaya dalam melestarikan dan merehabilitasi ekosistem blue carbon seperti, program rehabilitasi mangrove yang merupakan program rehabilitasi terbesar di dunia dengan mencakup sekitar 600.000 hektar lahan mangrove kritis hingga tahun 2024.

 

Indonesia juga memiliki program Indonesia Coral Reef Garden (ICRG) yang merupakan program restorasi terumbu karang nasional. ICRG mengintegrasikan  pendekatan ilmiah dan sosial ekonomi untuk mempromosikan pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan melalui edu-ekowisata.

 

“Terumbu karang memang bukanlah bagian utama dari blue carbon, tetapi perannya sangat penting sebagai penghambat terjadinya proses pemanasan global. Terumbu karang juga dapat mendukung ketahanan pangan sebagai habitat berbagai makhluk hidup di laut termasuk ikan, sebagai sumber mata pencaharian, dan ketahanan masyarakat pesisir,” tambahnya.

 

Menko Luhut berharap agar rangkaian acara ini dapat menemukan solusi yang tepat dalam mengatasi perubahan iklim secara global. Melalui acara ini pula dapat sekaligus mencari dukungan dan kerja sama internasional yang lebih luas dalam pengembangan potensi blue carbon.