Nasib Bupati Alor, Setelah Maki-maki Risma

Bupati Alor Nusa Tenggara Timur (NTT) Amon Djobo jadi buah bibir, setelah memaki-maki Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini. Namun, yang jadi pertanyaan kemudian, bagaimana nasib sang bupati setelah memaki-maki elit PDIP itu?


Menteri Sosial Tri Rismaharini. Foto: KEMSOS

JAKARTA - Ngamuknya Bupati Alor, terekam dalam sebuah video berdurasi 3 menit 9 detik. Diperkirakan, kemarahannya itu pecah di pertengahan April lalu. Tidak lama setelah kabupaten Alor terdampak bencana badai Seroja.

Namun, video tersebut baru tersebar dan viral belakangan ini. Belum diketahui secara pasti, siapa yang merekam dan yang pertama membagikan video tersebut.

Dalam video itu, Amon yang mengenakan batik terlihat menunjuk-nunjuk dua anak buah Risma yang bertamu ke Rumah Jabatannya dengan nada tinggi. Ia jengkel, karena bantuan dari Kemensos yang seharusnya disalurkan melalui Pemda, malah diserahkan lewat DPRD.

"Mulutnya lebih cepat dari pikiran, pejabat apa model begitu. Menteri model apa itu? Dia tidak pernah ke Alor kok," ucap Amon dengan nada tinggi.

Anak buah Risma yang dimarahi, hanya diam terpaku. Bahkan, ketika mereka diusir pulang hingga diancam akan melempar kursi. “Emang PKH itu DPR yang urus, saya mau tanya dulu. Dia hanya bisa tanam bunga, pohon di Surabaya. Tahu apa dia,” sentilnya.

Dia bilang, PKH adalah program bantuan dari pemerintah pusat untuk keluarga miskin. Sehingga penyalurannya bukan melalui DPR. Sang Bupati mengaku akan berkirim surat ke Presiden Jokowi, terkait persoalan ini. 

Tak puas. Ia sampai mengeluarkan kata-kata tidak pantas untuk Risma. "Bagaimana dia bilang DPR? Menteri "bod*h" betul. Pantas model gitu, tempati itu korupsi," kesalnya lagi.

Ia lalu membanding-bandingkan Risma dengan Khofifah Indar Parawansa, yang juga pernah menjabat sebagai Mensos di periode pertama Presiden Jokowi.

"Masih lebih baik Ibu Khofifah. Besok kamu pulang saja, berarti kau tidak ikhlas datang ke Alor," usirnya.

Belakangan, Bupati Alor mengklarifikasi video luapan amarahnya itu. Selaku Bupati, ia merasa dilangkahi dan dilecehkan lantaran bantuan disalurkan lewat DPRD. "Ini bantuan sosial apa bantuan politik. Karena itu lah saya marah," jelasnya.

Kemarin, Risma angkat bicara. Posisinya di Kota Bandung. Menghadiri acara napak tilas di sel penjara Banceuy. Salah satu situs pengasingan Soekarno pada masa penjajahan. Risma menjelaskan duduk perkara, kenapa pada akhirnya bantuan bencana disalurkan lewat DPRD.

Ketika itu, ia mengaku sudah menghubungi pihak Pemkab Alor. Anak buahnya juga sudah berusaha mengontak kepala dinas. Tapi gagal, karena jaringan komunikasi pasca-bencana badai Seroja, terputus.

Hingga pada akhirnya, ia berkomunikasi dengan Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek. Risma membantah punya niatan politik dalam penyaluran bantuan lewat DPRD itu. Sebagai buktinya, ia mengaku masih menyimpan pesan WhatsApp-nya dengan Enny.

Yang ia pikirkan saat itu adalah, bagaimana bantuan bisa cepat disalurkan di saat Alor masih sulit ditembus. "Beliau (Ketua DPRD), menawarkan: 'Bu, itu ada paket dari dolog yang ibu bisa ganti karena kita tidak bisa merapat bantuan. Karena cuacanya buruk sehingga Syahbandar tidak bisa melaut, kapal-kapal semua berhenti'. Kemudian, 'Oke Bu, tidak apa-apa dari dolog nanti kami bayar'," kisahnya.

PDIP tak tinggal diam, petingginya dihardik dengan kasar oleh Bupati Alor. Lewat Surat DPP No 2922/IN/DPP/VI/2021, yang diteken Ketua DPP Bidang Kehormatan Komarudin Watubun dan Sekjen Hasto Kristiyanto, PDIP mencabut dukungan pada Bupati Alor itu.

Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan, Dapil NTT I Flores Lembata dan Alor, Andreas Hugo Pareira membenarkan surat tersebut. Dia bilang, selain mencabut dukungan, DPC PDIP Alor juga diminta berkoordinasi dengan seluruh jajaran Fraksi PDI Perjuangan di DPRD untuk membuat "perhitungan".

"Agar sang bupati pengumbar caci maki brutal ini memperoleh sanksi hukum maupun politik agar tidak mengulangi perilaku brutalnya," kata Andreas, dilansir gesuri.id.

Nah!