23 Tahun Reformasi & Amien Yang Tak Sesakti Dulu Lagi

Berbeda dengan dulu, dimana banyak pernyataan kritis Amien Rais di-quote dan diperjuangkan.
Amien Rais merayakan 23 tahun reformasi bersama konconya di kanal YouTube Amin Rais Official Kamis (20/5) lalu. Banyak sindiran hingga kritik pedas ditujukan untuk Presiden Jokowi. Tapi, kenapa ya kritik Amien tak sesakti dulu lagi?

Presiden Jokowi menerima rombongan Amien Rais di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 9 Maret 2021. Foto: Setpres

JAKARTA - Ada sekitar 2 jam acara refleksi 23 tahun reformasi, yang digelar secara virtual itu berlangsung. Persisnya 1 jam 58 menit. Selain refleksi, acara bertajuk Merawat Reformasi ini juga sekaligus Halal bi Halal Partai Ummat. Partai baru, yang didirikan Amien.

Ada sejumlah tokoh beken yang turut diundang berbicara melalui saluran Zoom. Antara lain Rocky Gerung, Refly Harun, Chusnul Mar'iyah dan Buni Yani. Sejak diunggah Kamis (20/5) lalu, video itu baru ditonton 10 ribu kali.

Mula-mula, adalah Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi yang mendapat kesempatan pertama bicara. Menantu Amien itu bilang, acara itu dimaksudkan untuk meluruskan kembali sejarah reformasi kepada anak muda. "Kami ingin meluruskan kembali bias informasi tentang reformasi," ucap Ridho dalam sambutannya.

Giliran Amien. Salah seorang tokoh reformasi itu mengetengahkan nostalgia dan cerita-cerita perjuangan reformasi tahun 1998 silam yang tak banyak diketahui publik. Ia juga membandingkan bagaimana kekuatan people power Indonesia dengan beberapa negara dalam mendongkel kekuasaan. Ada yang berhasil, ada yang gagal.

Di Indonesia, berhasil. Karena Presiden Soeharto kala itu bersedia berhenti dari jabatannya, setelah didesak oleh aksi pengunjuk rasa secara besar-besaran. Dalam hal ini, Amien memuji kebesaran hati Soeharto.

"Apapun, pak Harto pada hari terakhirnya itu menjadi negarawan," puji Amien. "Jiwa sapta marganya mengalahkan hawa hasrat politiknya," sambungnya.

Namun, ia menyayangkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang menjadi pemantik demonstrasi tahun 1998 belum banyak berubah setelah 23 tahun reformasi. Bahkan lebih parah dari era orde baru.

"Sekarang pengusaha mendikte penguasanya. Politik sudah digenggam oleh kekuatan bisnis. Semua itu tanpa resistensi. Apapun itu akan dilakukan. Ini bahaya sekali," sesalnya. "Oligarki ekonomi mendikte apapun yang diinginkan," tegas Amien, dengan menunjuk-nunjuk jari telunjuknya ke bawah.

Ia juga mencontohkan bagaimana nepotisme juga terjadi saat anak dan mantu Jokowi bisa dengan mulus jadi Wali Kota, tanpa resistensi. Amien mengingatkan, agar Jokowi berpikir lebih dalam lagi terhadap apa yang sudah dijalankan. Karena menurutnya, semua penguasa akan lengser pada waktunya.

"Jangan sampai Pak Jokowi berakhir kurang elegan lah," ingatnya.

Rocky Gerung yang mendapat kesempatan bicara, antara lain memuji sepak terjang Amien Rais dan Partai Ummat yang didirikannya. "Bagi saya gak penting (Parpol) itu condong kiri atau kanan, tapi apa dia kritis atau oportunis," komentar dia.

Sementara Refly Harun, menilai Partai Ummat akan menjadi partai yang akan diwaspadai oleh kekuasaan saat ini. "Karena tidak ada lagi partai yang dikhawatirkan di Senayan saat ini. Mungkin hanya PKS, itu pun dalam tanda kutip," sentilnya.

Merespons ocehan Amien, Ngabalin tak kaget. Ia juga tak ambil pusinh dan mempermasalahkan kritik-kritik yang disampaikan. Lagipula, Presiden Jokowi, sebutnya bukan sosok pemimpin yang anti-kritik.

"Yang saya sungguh tidak mengerti, kenapa dalam pandangan pak Amien Rais itu, apapun yang dilakukan pak Jokowi tidak pernah ada baiknya," kata Ngabalin ketika dihubungi tadi malam.

Ia juga mempertanyakan, ukuran apa yang dipakai Amien ketika membandingkan rezim pemerintahan sebelumnya dengan era Jokowi, yang disebutnya lebih jelek dan berbahaya. "Itu yang saya tidak mengerti," ulangnya lagi.

Soal kritik Amien terhadap anak dan mantu Presiden Jokowi yang jadi Wali Kota, sebagai salah satu bentuk nepotisme juga dinilai Ngabalin tak berdasar. "Saat ini siapa yang bisa menutup ruang orang lain untuk menggunakan hak-hak politiknya. Jadi harus tetap mesti berbaik sangka. Jangan su'udzon," pesan Ngabalin.

Sebagai senior di Muhammadiyah, mestinya sambung putra kelahiran Fakfak, Papua Barat ini, Amien menggunakan cara-cara orang Muhammadiyah terdahulu dalam menyerukan kebenaran dengan baik kepada pemimpin. Menurutnya, tokoh sekelas Amien Rais tak demikian caranya dalam menyuarakan kritik. "Masak yang keluar dari mulut Pak Amien itu selalu yang buruk-buruk. Tidak mendidik umat," sesalnya.

"Apa yang belum selesai beliau dengan Pak Jokowi itu ya?" tanya dia lagi.

Ngabalin lalu mempertanyakan dimana pusat-pusat kekuasaan oligarki yang dituduhkan Amien. "Oligarki itu kan kekuasaannya terpola, terpusat hanya dari beberapa orang. Dengan demokrasi yang terbuka begini, media sosial, harus ditunjukkan, diperlihatkan sebut tunjuk batang hidung siapa yang beliau maksud. Supaya tidak menjadi fitnah," tantang Ngabalin.

Meskipun terus-terusan dicap buruk, Ngabalin mengingatkan bagaimana Jokowi tetap terbuka menerima Amien cs di Istana Kepresidenan, Jakarta belum lama ini. "Sudah diterima oleh presiden, pulangnya bilang ini kelompok kaum Fir'aun, ketemu Nabi Musa. Ada apa itu? Masak ruang publik ini dikotori sama pilihan kata yang murah begitu. Masuk kotak sampah semua itu," sentilnya.

Menurut Ngabalin, dakwah itu berdialog dengan cara-cara yang baik. Sebagaimana diajarkan dalam Al-Quran, Surah An-Nahl ayat 125. "Berdialog menyampaikan kalimat-kalimat yang ahsan. Apalagi kepada pimpinan negara loh. Ada aturannya dalam Al-Quran itu," imbuh dia.

Pakar komunikasi politik Adi Prayitno maklum dengan sikap Amien Rais. Salah satu tokoh reformasi itu, adalah penganut mazhab kritis, siapapun rezim kekuasaannya.

Yang disayangkan, daya rusak kritik Amien saat ini tak seampuh dulu. Bukannya mendapat simpati, kritik Mantan Ketua MPR itu justru menuai serangan balik. Berbeda dengan dulu, dimana banyak pernyataan kritisnya di-quote dan diperjuangkan.

"Karena (sikap Amien) sekarang lebih dianggap sebagai post power sindrome," kata Adi dalam perbincangan tadi malam.

Saat ini, publik lebih mencari figur kunci yang lebih muda dan kebaruan sebagai ujung tombak perjuangan. Sudah bosan dengan tokoh-tokoh lawas. Sekalipun perspektif, yang disampaikan Amien ada benarnya. "Figur-figur baru jauh lebih galak sebenarnya," pungkasnya.