3 Hal Menarik Dalam Sidang Perdana UU Ciptaker

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji formil judicial review UU Cipta Kerja, Rabu (21/4/2021). Ada beberapa hal menarik yang mewarnai sidang dengan jumlah pemohon terbesar sepanjang sejarah ini.


BUKA SIDANG - Hakim Konstitusi saat membuka Sidang Perdana Pengujian Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, di Ruang Sidang MK, Selasa (20/4). (Foto: Humas MK)

JAKARTA - Salah seorang pemohon adalah Riden Hatam Aziz. Dia merupakan anggota dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Usai mengikuti persidangan, Riden menyampaikan, MK merespon positif terhadap uji formil yang diajukannya. Ia optimis, dalam persidangan ke depan, Majelis Hakim akan memperhatikan permohonan yang mereka ajukan.

Riden menambahkan, judicial review yang diajukannya adalah bagian dari upaya kaum buruh untuk membatalkan UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan. “Ini adalah bentuk kesungguhan kami dalam berjuang, agar kaum buruh memiliki harapan di masa depan,” kata Riden, Rabu (21/4).

Menyambung apa yang disampaikan Riden Hatam Aziz, kuasa hukum para pemohon Said Salahudin menyampaikan, dalam persidangan Mahkamah Konstitusi memberi catatan yang positif terhadap permohonan yang diajukan.

Namun demikian, sesuai dengan ketentuan, Mahkamah Konstitusi berkewajiban memberikan nasehat jika ada hal-hal yang perlu diperbaiki. “Kami akan menyempurnakan permohonan awal itu, untuk nantinya disampaikan pada sidang berikutnya tanggal 4 Mei 2021 pukul 10.00 WIB," ujar Said.

Ia berharap, Mahkamah Konstitusi bisa memeriksa dan memutus perkara ini dengan seadil-adilnya. Yakni dengan membatalkan U Cipta Kerja secara keseluruhan. "Karena itulah petitum yang kami mohonkan dalam permohonan uji formil terhadap UUD 1945,” tegasnya.

Apa saja yang menarik dari sidang ini?

1. Gelar Aksi Teaterikal


Bersamaan dengan persidangan, ribuan buruh yang tergabung di dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan unjuk rasa serentak di berbagai daerah. Di Jakarta, aksi dipusatkan di depan Gedung Mahkamah Konstitusi.

Dalam aksi ini, buruh melakukan aksi teatrikal “mengubur omnibus law”. Teatrikal diperankan 5 (lima) orang buruh dengan pakaian APD yang sedang penguburan keranda bertuliskan omnibus law.

Sama seperti virus Covid-19 yang harus diperlakukan khusus, Omnibus Law pun harus diperlakukan selayaknya virus yang berbahaya. Buruh menilai, beleid ini lebih banyak merugikan hak-hak mereka. Karena itu, penguburannya pun harus dilakukan dengan menggunakan APD lengkap.


2. Pemohon Terbanyak Sepanjang Sejarah


Perlu diketahui, tercatat ada 662 pekerja yang menjadi Pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Permohonan dengan Nomor 4/PUU-XIX/2021 tersebut tercatat menjadi permohonan dengan Pemohon terbanyak sepanjang sejarah pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal ini terungkap dalam sidang perdana untuk Perkara Nomor 4/PUU-XIX/2021. R. Abdullah selaku Ketua Umum .Sidang pemeriksaan pendahuluan tersebut digelar MK pada Selasa (20/4) siang.

Para Pemohon Perkara Nomor 4/PUU-XIX/2021 melalui tim kuasa hukumnya,  mengajukan pengujian formil dan materiil terhadap UU Cipta Kerja. Secara formil, Pemohon meminta MK menyatakan pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melanggar ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Sedangkan secara materiil, selain meminta MK menyatakan inkonstitusional ataupun inkonstusional bersyarat pada seluruh norma yang dipersoalkan, Pemohon juga meminta MK menyatakan sejumlah pasal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat.

Untuk itulah, para Pemohon dari kedua perkara meminta agar Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.


3. Dinasihati Hakim


Hakim Konstitusi Arief  Hidayat selaku anggota panel hakim, mencermati para Pemohon lebih banyak menguraikan perbandingan antara UU Cipta Kerja yang baru dengan UU Cipta Kerja yang lama. Ia meminta agar uraiannya difokuskan pada pasal Undang-Undang Dasar (UUD) yang diujikan.

“Kalau itu, berarti bukan pertentangan dengan Undang-Undang Dasar," ucap Hakim Arief.

"Saudara juga banyak menguraikan pasal-pasal yang dijadikan batu uji. Semakin banyak batu uji, maka uraiannya juga harus menyangkut di mana letak pertentangannya,” sambungnya.

Panel Hakim memberikan waktu selama 14 hari kerja bagi para Pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan. Sidang berikutnya dengan agenda pemeriksaan perbaikan akan digelar pada Senin, 3 Mei 2021 mendatang. (*)