20 Tahun MoU Helsinki, PDIP Dorong Eks GAM dan Aneuk Syuhada Motori Program Pangan Aceh
Sudah dua dekade usia perjanjian damai Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik Indonesia yang diteken dalam Nota Kesepahaman (MoU) di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005 silam.
![]() |
Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem bersama Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Foto: Ist |
BANDA ACEH — Namun, Politisi PDI Perjuangan Masady Manggeng mengingatkan bahwa damai sejati bukan cuma hilangnya suara tembakan. Baginya, damai juga harus terwujud dalam bentuk kesejahteraan.
“Damai sejati tidak hanya berarti senyapnya suara peluru, ia harus tercermin dalam keadilan ekonomi, pemulihan hak-hak dasar, dan pemberdayaan para pewaris sejarah perjuangan Aceh,” kata Masady, Kamis (14/8).
Ia menilai, 20 tahun MoU Helsinki ini adalah momentum yang tepat untuk memberdayakan eks kombatan GAM dan anak-anak para pejuang GAM atau aneuk syuhada sebagai motor penggerak program ketahanan pangan Aceh.
Apalagi, program itu juga sejalan dengan yang digagas Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, Aceh punya modal besar untuk untuk mewujudkan program tersebut: lahan luas dan subur, plus laut yang kaya.
“Ini urat nadi ketahanan pangan masa depan,” tegasnya.
Namun, sebagian besar potensi ini belum tergarap maksimal. Salah satu janji perdamaian Helsinki, yakni peruntukan lahan bagi eks kombatan GAM juga hingga kini belum terealisasi sepenuhnya.
“Kalau janji ini diwujudkan, kita bukan hanya menanam padi atau jagung, tapi juga menanam harapan, kepercayaan, dan rekonsiliasi sejati,” ujarnya.
Bagi Masady, aneuk syuhada bukan sekadar saksi masa lalu. Mereka adalah generasi penerus yang pantas memimpin di sektor pertanian, peternakan, dan kewirausahaan desa.
Apalagi momentum politik saat ini, katanya, sangat mendukung. Aceh dipimpin oleh mantan Panglima GAM, yakni Muzakir Manaf atau Mualem yang paham betul aspirasi eks kombatan.
Selain itu, hubungan historis Mualem dan Presiden Prabowo Subianto juga sudah terjalin dengan baik sejak masa konflik. “Ini bukan sekadar simbol politik, tapi peluang emas,” tegasnya.
Kedekatan itu, lanjutnya, bisa menjadi jembatan percepatan realisasi janji damai: membuka akses legal atas lahan, menyalurkan pembiayaan produktif, dan memberikan pendampingan penuh kepada eks kombatan GAM dan aneuk syuhada.
Ia mengusulkan pemerintah daerah bisa membuat proyek percontohan pengelolaan sektor pangan secara terpadu. Instrumen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau Koperasi bisa dilibatkan untuk membiayai proses pengolahan lahan, produksi, hingga distribusi hasil panen.
“Ini saatnya mereka berada di garda terdepan, bukan lagi mengangkat senjata, tapi cangkul, bibit, dan mengarungi laut demi masa depan Aceh yang damai dan mandiri,” pungkas Masady.
Posting Komentar