WTP Tapi Ada Korupsi, Ferdiansyah: Ini Memalukan
Ferdiansyah soroti WTP Kementerian Pendidikan di tengah kasus korupsi Chromebook yang memalukan dunia pendidikan
Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah, menyoroti ironi di balik predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Kementerian Pendidikan, di tengah mencuatnya kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Menurutnya, capaian WTP tidak bisa menjadi alasan untuk menutup mata terhadap persoalan besar yang mencoreng dunia pendidikan.
JAKARTA - Ferdiansyah menyampaikan hal itu dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025). Ia menyatakan keprihatinannya atas kasus korupsi yang terjadi, meski kementerian tersebut telah memperoleh WTP.
“Saya turut prihatin, berita-berita hari ini terjadi yang kurang mengenakkan bagi mitra kita. (Raih) WTP tapi ada kasus yang cukup besar. Memalukan dunia pendidikan. Itu soal (kasus korupsi) Chromebook,” ujar Ferdiansyah.
Ia menegaskan bahwa raihan WTP tidak boleh dijadikan tameng untuk mengabaikan tata kelola yang masih bermasalah. Menurutnya, predikat WTP harus disertai dengan perbaikan menyeluruh di berbagai aspek, termasuk administrasi, keuangan, hingga pelaksanaan kebijakan di lapangan.
“Oleh karena itu, tentunya di sini menjadi catatan pada raker pada hari ini, WTP tapi dengan berbagai catatan yang memang harus kita cermati ke depan,” lanjutnya.
Ferdiansyah juga mengkritik rendahnya realisasi belanja modal di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang hanya mencapai 86 persen. Ia menduga hal ini disebabkan oleh rasa takut dalam pengambilan keputusan atau lemahnya perencanaan anggaran dari pihak kementerian.
“Apakah belanja modal 86 persen karena ketakutan? Apakah memang tidak pandainya perencanaan dalam hal mengimplementasikan? Jadi pertanyaan kita sebenarnya,” tegasnya.
Ia menyayangkan rendahnya serapan anggaran karena di saat yang sama, kementerian seringkali meminta tambahan dana kepada DPR. Hal ini, menurutnya, memperlihatkan lemahnya implementasi program di lapangan.
“Ketika kami yang punya hak budget ini terhadap mitra, minta anggaran tambah-tambah, tapi tidak terserap dengan baik dan implementasinya mengecewakan, seperti terjadinya kasus Chromebook yang memalukan itu,” tandas Ferdiansyah.
Diketahui, Kementerian Pendidikan yang sebelumnya berada di bawah naungan Menteri Nadiem dengan nama Kementerian Kebudayaan, Pendidikan, Riset, dan Teknologi, kini telah dipecah menjadi tiga kementerian yaitu, Kementerian Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Ferdiansyah berharap pembagian kementerian ini mampu membawa perbaikan dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan pendidikan di masa mendatang.
![]() |
Anggota Komisi X DPR RI, Ferdiansyah. Foto: Instagram/@ferdiansyahgolkar |
JAKARTA - Ferdiansyah menyampaikan hal itu dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025). Ia menyatakan keprihatinannya atas kasus korupsi yang terjadi, meski kementerian tersebut telah memperoleh WTP.
“Saya turut prihatin, berita-berita hari ini terjadi yang kurang mengenakkan bagi mitra kita. (Raih) WTP tapi ada kasus yang cukup besar. Memalukan dunia pendidikan. Itu soal (kasus korupsi) Chromebook,” ujar Ferdiansyah.
Ia menegaskan bahwa raihan WTP tidak boleh dijadikan tameng untuk mengabaikan tata kelola yang masih bermasalah. Menurutnya, predikat WTP harus disertai dengan perbaikan menyeluruh di berbagai aspek, termasuk administrasi, keuangan, hingga pelaksanaan kebijakan di lapangan.
“Oleh karena itu, tentunya di sini menjadi catatan pada raker pada hari ini, WTP tapi dengan berbagai catatan yang memang harus kita cermati ke depan,” lanjutnya.
Ferdiansyah juga mengkritik rendahnya realisasi belanja modal di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang hanya mencapai 86 persen. Ia menduga hal ini disebabkan oleh rasa takut dalam pengambilan keputusan atau lemahnya perencanaan anggaran dari pihak kementerian.
“Apakah belanja modal 86 persen karena ketakutan? Apakah memang tidak pandainya perencanaan dalam hal mengimplementasikan? Jadi pertanyaan kita sebenarnya,” tegasnya.
Ia menyayangkan rendahnya serapan anggaran karena di saat yang sama, kementerian seringkali meminta tambahan dana kepada DPR. Hal ini, menurutnya, memperlihatkan lemahnya implementasi program di lapangan.
“Ketika kami yang punya hak budget ini terhadap mitra, minta anggaran tambah-tambah, tapi tidak terserap dengan baik dan implementasinya mengecewakan, seperti terjadinya kasus Chromebook yang memalukan itu,” tandas Ferdiansyah.
Diketahui, Kementerian Pendidikan yang sebelumnya berada di bawah naungan Menteri Nadiem dengan nama Kementerian Kebudayaan, Pendidikan, Riset, dan Teknologi, kini telah dipecah menjadi tiga kementerian yaitu, Kementerian Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
Ferdiansyah berharap pembagian kementerian ini mampu membawa perbaikan dalam pengelolaan anggaran dan kebijakan pendidikan di masa mendatang.
Posting Komentar