Kasus Tokopika Diduga Digantung, SEMMI Abdya Minta Kajari Dicopot

Kasus pengadaan aplikasi toko online atu market-place di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), yang diberi nama Tokopika diduga digantung. Padahal, aplikasi senilai Rp 1,3 milyar ini diduga terjadi mark-up harga yang cukup tinggi. 


Spanduk yang dipasang oleh Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Aceh Barat Daya di salah satu sudut kota Blang Pidie yang meminta Kejari segera menetapkan tersangka kasus pengadaan toko online Tokopika. FOTO: IST


BLANG PIDIE- Ketua Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Cabang Abdya Akmal Al-Qarasie menilai tidak ada alasan lagi bagi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Abdya Nilawati untuk tidak menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan penyedia Tokopika sebagai tersangka.


Sebab, sebelumnya dikabarkan bahwa Kejari Abdya telah memperoleh temuan adanya kerugian negara hingga Rp 500 juta. 


"Selain PPK dan penyedia, kami juga meminta dalang di balik pengadaan Tokopika ikut diperiksa dan diperiksa," kata Ketua SEMMI Abdya, Minggu (26/9). 


Ia menilai, kasus tersebut terkesan seperti digantung. Pihaknya akan menyurati Kajati Aceh untuk mencopot Kajari Abdya, apabila kasus ini tidak diungkapkan secepatnya.


"Kabarnya diduga anak Sekda Abdya berinisial YP juga ikut terlibat dalam proses pengadaan Tokopika. Anak Sekda tersebut itu pun juga harusnya diperiksa, karena dia sebagai pengelola," harapnya.


Ia berharap, hukum di Abdya bisa menjadi panglima. Dan semua pihak harus menjunjung tinggi prinsip equality before the law. Dimana semua warga negara punya hak yang setara di depan hukum.


"Hukum tidak memandang bulu, mau itu pejabat, pengusaha, rakyat jelata, bahkan anak Sekda sekalipun kalau memang pengadilan memutuskan mereka bersalah, wajib dihukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di negara kesatuan republik indonesia," tandasnya.


Akmal membenarkan jika adalah pihaknya yang memajang spanduk di beberapa tempat di pusat kota Blang Pidie, untuk mencopot Kajari Abdya. 


Karena di tengah pandemi seperti ini, pihaknya agak sulit kita turun kejalan melakukan aksi demontrasi, yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerumunan. 


"Hal ini kami lakukan atas dasar Pasal 22 ayat (3) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan," terangnya.